Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Inovasi Tak Sejalan dengan Implementasi

12 November 2024   20:21 Diperbarui: 12 November 2024   20:23 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagai upaya pembaruan sistem pendidikan Indonesia terus dilakukan, termasuk implementasi Kurikulum Merdeka yang digadang-gadang sebagai solusi pembelajaran yang lebih adaptif dan berpusat pada siswa. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa skor literasi dan numerasi siswa masih tetap rendah. Fenomena ini menjadi alarm yang memperingatkan kita bahwa perubahan kurikulum saja tidak cukup untuk mengatasi permasalahan fundamental dalam pendidikan.

Salah satu akar masalah yang paling mendasar adalah hilangnya fokus pada kemampuan dasar membaca, menulis, dan berhitung (calistung) di tingkat sekolah dasar, khususnya pada fase B dan C. Sekolah seolah terjebak dalam paradigma "asal tuntas" dengan memaksakan pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), meskipun siswa belum menguasai keterampilan dasar tersebut. Praktik ini ibarat membangun gedung bertingkat di atas fondasi yang rapuh – tampak megah di permukaan namun berbahaya dalam jangka panjang.

Banyak guru masih terpaku pada pola mengajar konvensional yang menyeragamkan metode pembelajaran dan penilaian. Ironisnya, kurikulum yang dirancang untuk memberikan kebebasan dalam mengajar justru diimplementasikan dengan cara-cara kaku yang tidak jauh berbeda dari kurikulum sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa transformasi sistem pendidikan membutuhkan lebih dari sekadar perubahan dokumen kurikulum – dibutuhkan transformasi menyeluruh dalam cara berpikir dan bertindak para pelaku pendidikan.

Di era digital ini, tantangan literasi semakin kompleks dengan hadirnya teknologi yang memberikan akses instan ke berbagai informasi. Siswa cenderung memilih jalan pintas dalam menyelesaikan tugas, termasuk mengandalkan akal imitasi (AI) tanpa berusaha memahami substansi pembelajaran. Fenomena "copy-paste" dan ketergantungan pada jawaban instan telah menciptakan generasi yang enggan berpikir kritis dan mendalam. Padahal, kemampuan literasi sejati bukan sekadar mampu membaca atau mengakses informasi, tetapi juga mencakup kemampuan memahami, menganalisis, dan mengaplikasikan pengetahuan dalam konteks yang relevan.

Untuk mengatasi kompleksitas permasalahan ini, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pertama, sekolah perlu kembali memprioritaskan penguasaan calistung sebagai fondasi pembelajaran, terutama di tingkat dasar. Program remedial yang terstruktur dan berkelanjutan harus diberikan kepada siswa yang belum menguasai keterampilan dasar ini, tanpa terburu-buru mengejar target kurikulum yang lebih tinggi.

Dokumen Bu Susti
Dokumen Bu Susti

Kedua, peningkatan kompetensi guru harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Para pendidik perlu dibekali tidak hanya dengan pemahaman tentang substansi Kurikulum Merdeka, tetapi juga keterampilan praktis dalam mengimplementasikan pembelajaran yang adaptif dan personal. Workshop dan pendampingan berkelanjutan dapat membantu guru mengembangkan metode pembelajaran yang kreatif tanpa kehilangan esensi penguasaan materi dasar.

Ketiga, perlu ada strategi khusus dalam mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran. Alih-alih melarang penggunaan teknologi, sekolah justru harus mengajarkan siswa cara memanfaatkan teknologi secara bijak untuk mendukung proses belajar. Ini termasuk mengembangkan kemampuan literasi digital yang kritis, di mana siswa tidak hanya dapat mengakses informasi tetapi juga mampu mengevaluasi dan menggunakannya secara bertanggung jawab.

Tantangan literasi di era Kurikulum Merdeka bukanlah masalah sederhana yang dapat diselesaikan dengan solusi tunggal. Diperlukan komitmen bersama dari seluruh elemen pendidikan untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang mendukung penguasaan literasi secara menyeluruh. Hanya dengan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, kita dapat membangun generasi yang tidak hanya cakap dalam literasi dasar, tetapi juga siap menghadapi tantangan kompleks di masa depan.

Perubahan tak akan terjadi dalam semalam, tetapi setiap langkah perbaikan yang kita ambil hari ini akan menentukan kualitas pendidikan generasi mendatang. Mari bersama-sama memastikan bahwa Kurikulum Merdeka tidak hanya menjadi jargon pembaharuan, tetapi benar-benar membawa kebebasan dalam belajar yang bertanggung jawab dan bermakna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun