Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru - Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ujian Nasional: Haruskah Kembali?

8 November 2024   00:01 Diperbarui: 8 November 2024   00:05 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wacana menghadirkan kembali Ujian Nasional (UN) kembali mencuat setelah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Abdul Mu'ti menyatakan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan Indonesia, termasuk kemungkinan diberlakukannya kembali UN sebagai standar evaluasi nasional. 

Gagasan ini mendapat dukungan dari Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof. Unifah yang menilai perlu adanya parameter yang jelas untuk mengukur kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Pernyataan dua tokoh pendidikan ini memicu berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, mulai dari praktisi pendidikan, akademisi, hingga orang tua siswa. 

Beberapa pihak menyambut positif kemungkinan kembalinya UN, sementara yang lain mengkhawatirkan dampaknya terhadap perkembangan pendidikan yang selama ini sudah mulai beradaptasi dengan sistem evaluasi berbasis sekolah.

Sebagai ujian yang sudah lama menjadi bagian penting pendidikan di Indonesia, UN memang punya sejarah yang panjang. Saat UN dihentikan beberapa tahun lalu, banyak perubahan terjadi dalam cara sekolah menilai siswanya. Sekarang, ketika ada pembicaraan tentang menghidupkan UN kembali, kita perlu melihat baik-buruknya dengan cermat.

Dulu, ketika UN masih ada, pemerintah lebih mudah mengukur mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan UN, pemerintah bisa tahu di daerah mana pendidikan sudah bagus dan di mana yang masih perlu ditingkatkan. UN juga membuat banyak siswa lebih rajin belajar karena mereka punya target yang jelas: mendapat nilai UN yang bagus. Tapi di balik manfaat ini, banyak siswa yang merasa tertekan dan stres menghadapi UN.

UN sering membuat cara belajar di sekolah jadi terfokus pada nilai saja. Guru dan siswa sibuk mengerjakan soal-soal UN dan menghafal materi, sampai lupa ada hal-hal penting lain yang perlu dipelajari. Misalnya kreativitas, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan berkomunikasi, yang justru sangat diperlukan untuk masa depan. Banyak siswa yang nilai UN-nya bagus, tapi ternyata kesulitan ketika harus menghadapi masalah di dunia nyata.

Sejak UN dihentikan, sekolah-sekolah punya kebebasan untuk menilai siswa dengan cara mereka sendiri. Sekarang sekolah tidak hanya menilai dari hasil ujian, tapi juga melihat sikap siswa, kreativitasnya, dan kemampuan praktisnya. Siswa jadi bisa belajar dengan lebih santai dan punya waktu untuk mengembangkan bakat mereka tanpa terlalu khawatir dengan nilai UN.

Tapi kebebasan ini juga menimbulkan masalah baru. Tanpa standar yang sama, mutu lulusan dari setiap sekolah dan daerah bisa sangat berbeda. Ini bisa jadi masalah ketika siswa mau kuliah atau cari kerja. Pemerintah juga jadi sulit mengetahui bagaimana kualitas pendidikan di berbagai daerah, sehingga sulit membuat kebijakan yang tepat untuk memajukan pendidikan.

Menghadapi situasi ini, kita perlu mencari jalan tengah yang bijak. Tidak harus kembali sepenuhnya ke sistem UN atau menghapusnya sama sekali. Mungkin kita bisa membuat sistem baru yang menggabungkan kebaikan dari UN dengan cara penilaian yang lebih menyeluruh. Misalnya, tetap ada ujian standar nasional tapi tidak menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa.

Yang paling penting, sistem penilaian pendidikan harus memastikan setiap siswa punya kesempatan untuk berkembang sesuai kemampuan mereka dan siap menghadapi tantangan masa depan. Keputusan untuk mengembalikan UN atau tidak harus dipikirkan matang-matang, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kualitas pendidikan secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun