Rencana pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk membangun Sekolah Unggul di jenjang SMA merupakan langkah berani yang patut diapresiasi, namun juga perlu dikaji secara kritis. Program yang dicanangkan sebagai bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Kabinet Merah Putih ini mencerminkan ambisi besar untuk mendongkrak kualitas pendidikan Indonesia ke level internasional. Meski demikian, implementasi program ini memerlukan perhatian khusus terhadap berbagai aspek untuk memastikan keberhasilannya.
Pertama, konsep Sekolah Unggul yang ditujukan untuk peserta didik berbakat, baik di bidang akademik maupun non-akademik, menunjukkan pemahaman bahwa keunggulan pendidikan tidak hanya diukur dari prestasi akademis semata. Pendekatan ini sejalan dengan tren global dalam pendidikan yang mengakui pentingnya pengembangan bakat dan potensi siswa secara holistik. Namun, tantangannya adalah bagaimana memastikan proses seleksi yang adil dan transparan dalam mengidentifikasi siswa-siswa berbakat ini.
Program afirmasi yang menjadi bagian integral dari Sekolah Unggul juga menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberikan dukungan penuh kepada peserta didik terpilih. Ini merupakan langkah positif untuk memastikan bahwa siswa berbakat dapat mengembangkan potensi mereka secara optimal tanpa terkendala masalah finansial atau akses terhadap sumber daya pendidikan berkualitas.
Menariknya, rencana awal yang semula hanya mencakup empat sekolah kemudian diperluas, menunjukkan fleksibilitas dan keterbukaan pemerintah dalam menyesuaikan program berdasarkan analisis kebutuhan. Ini adalah indikasi positif bahwa program ini tidak kaku dan dapat beradaptasi sesuai dengan kondisi di lapangan.
Namun, beberapa aspek kritis perlu diperhatikan dalam implementasi program ini. Pertama, pemerataan akses terhadap Sekolah Unggul harus menjadi prioritas. Penempatan sekolah-sekolah ini harus mempertimbangkan distribusi geografis yang merata untuk memastikan bahwa siswa berbakat dari berbagai daerah memiliki kesempatan yang sama.
Kedua, program ini harus diiringi dengan penguatan sekolah-sekolah reguler yang ada. Fokus pada Sekolah Unggul tidak boleh mengabaikan upaya peningkatan kualitas sekolah-sekolah lain, karena hal ini bisa menciptakan kesenjangan pendidikan yang semakin lebar.
Ketiga, sustainability program ini perlu diperhatikan. Pembangunan infrastruktur fisik harus diimbangi dengan pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, termasuk guru dan tenaga pendidik yang kompeten. Sistem rekrutmen, pengembangan profesional, dan retensi guru berkualitas harus menjadi bagian integral dari program ini.
Keempat, target untuk mendapatkan pengakuan dan prestasi internasional harus dijabarkan dalam indikator-indikator kinerja yang terukur. Penetapan standar internasional sebagai acuan memang penting, namun harus disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan lokal Indonesia.
Yang tidak kalah penting adalah aspek pendanaan dan keberlanjutan program. Sebagai program prioritas presiden, tentunya akan ada alokasi anggaran khusus, namun perlu ada perencanaan jangka panjang untuk memastikan keberlanjutan program ini melampaui periode kepemimpinan saat ini.
Program Sekolah Unggul memiliki potensi untuk menjadi katalis perubahan dalam landscape pendidikan Indonesia. Namun, keberhasilannya akan sangat bergantung pada eksekusi yang cermat dan komitmen berkelanjutan dari semua pemangku kepentingan. Monitoring dan evaluasi regular terhadap implementasi program ini juga crucial untuk memastikan bahwa tujuan yang dicanangkan dapat tercapai.
Pada akhirnya, Program Sekolah Unggul bukan hanya tentang membangun gedung-gedung sekolah baru atau menciptakan "sekolah elite", tetapi lebih kepada membangun fondasi yang kuat untuk masa depan pendidikan Indonesia. Keberhasilan program ini akan diukur tidak hanya dari prestasi internasional yang diraih, tetapi juga dari kontribusinya dalam membangun ekosistem pendidikan yang lebih baik secara keseluruhan di Indonesia.