Dalam era di mana pengetahuan adalah kunci utama kemajuan, kita sering dihadapkan pada paradoks yang menarik sekaligus meresahkan. Fenomena ini terlihat jelas dalam cara masyarakat memandang nilai ilmu pengetahuan, terutama ketika dikaitkan dengan profesi guru.Â
Terdapat kecenderungan yang mengkhawatirkan di mana masyarakat menganggap ilmu itu "kemahalan" jika yang menawarkannya adalah seorang guru, sementara profesi lain seolah-olah dibebaskan dari penilaian serupa.Â
Fenomena ini bukan hanya mencerminkan inkonsistensi dalam cara kita menilai pengetahuan, tetapi juga mengungkapkan standar ganda yang telah lama bersemayam dalam sistem pendidikan kita.
Pertanyaannya, mengapa kita begitu mudah mempertanyakan nilai ekonomis dari ilmu yang ditawarkan oleh guru? Apakah karena kita telah terlalu lama menganggap pendidikan sebagai hak yang seharusnya gratis, sehingga ketika ada biaya yang harus dibayarkan, kita merasa keberatan? Atau mungkin, ini adalah refleksi dari kurangnya penghargaan kita terhadap profesi guru secara keseluruhan?
Mari kita telaah lebih dalam. Seorang dokter yang menagih biaya konsultasi tinggi jarang sekali dipertanyakan. Begitu pula dengan pengacara yang mematok tarif per jam yang fantastis, atau konsultan bisnis yang mengenakan biaya besar untuk saran strategisnya.Â
Masyarakat cenderung menerima hal ini sebagai sesuatu yang wajar, bahkan sering kali mengaitkannya dengan kualitas layanan yang diberikan. Namun, ketika seorang guru meminta kompensasi yang layak atas ilmu dan pengalaman yang dibagikannya, tidak jarang muncul keraguan dan pertanyaan.
Standar ganda ini bukan hanya tidak adil, tetapi juga berbahaya bagi masa depan pendidikan. Dengan terus-menerus meremehkan nilai ekonomis dari ilmu yang diberikan oleh guru, kita secara tidak langsung menurunkan status profesi ini di mata masyarakat. Akibatnya, minat untuk menjadi guru berkurang, dan mereka yang berbakat mungkin akan memilih profesi lain yang lebih dihargai secara finansial dan sosial.
Lebih jauh lagi, pandangan ini menciptakan lingkaran setan. Ketika masyarakat enggan membayar lebih untuk pendidikan berkualitas, sekolah dan institusi pendidikan mungkin kesulitan menarik dan mempertahankan pengajar terbaik. Ini pada gilirannya dapat menurunkan kualitas pendidikan secara keseluruhan, yang kemudian semakin memperkuat persepsi bahwa ilmu dari guru tidak seberharga itu.
Namun, kita perlu ingat bahwa ilmu pengetahuan adalah investasi jangka panjang yang nilainya tidak selalu dapat diukur secara langsung dalam bentuk materi. Seorang guru yang baik tidak hanya mentransfer informasi, tetapi juga membentuk karakter, menginspirasi kreativitas, dan membangun fondasi untuk pembelajaran seumur hidup. Nilai dari kontribusi ini seringkali baru terlihat bertahun-tahun kemudian, ketika seorang murid berhasil dalam karirnya atau memberikan dampak positif pada masyarakat.
Lalu, bagaimana kita bisa mengatasi standar ganda ini?Â