Bulan Ramadan yang penuh berkah telah berlalu, meninggalkan kenangan manis dan pahala yang melimpah bagi mereka yang mengisinya dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Setelah melewati bulan penuh rahmat ini, kita dihadapkan pada tantangan yang lebih besar: bagaimana menjaga momentum kebaikan dan terus istiqomah dalam mengabdi kepada-Nya.
Istiqomah merupakan kunci keberkahan setelah Ramadan. Dalam khazanah Bahasa Arab, istiqomah bermakna konsistensi, ketetapan hati, dan kegigihan dalam menempuh jalan yang lurus. Tanpa istiqomah, ibadah-ibadah kita selama Ramadan dapat terasa sia-sia, bagaikan setetes air di lautan luas kehidupan yang penuh godaan dan cobaan.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, "Hai manusia, kalian semua butuh kepada (rahmat) Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji" (QS Faathir: 15). Ayat ini mengingatkan kita bahwa kebutuhan akan rahmat dan petunjuk-Nya tidak terbatas pada bulan Ramadan saja. Sebagai hamba yang lemah, kita senantiasa membutuhkan rahmat Allah di setiap langkah kehidupan, di setiap detik nafas kita.
Maka, sebagaimana kita membutuhkan dan mengharapkan rahmat Allah selama Ramadan, bukankah kita juga tetap membutuhkan dan mengharapkan rahmat-Nya di bulan-bulan lainnya? Bukankah kita semua termasuk makhluk yang faqir (butuh) kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya?
Inilah makna istiqomah yang sesungguhnya dan inilah pertanda diterimanya amal shaleh seorang hamba. Imam Ibnu Rajab, ulama besar abad ke-8 Hijriah, berkata: "Sesungguhnya Allah jika Dia menerima amal kebaikan seorang hamba, maka Dia akan memberi taufik kepada hamba-Nya tersebut untuk beramal shaleh setelahnya, sebagaimana ucapan salah seorang ulama salaf: 'Ganjaran perbuatan baik adalah taufik dari Allah untuk melakukan perbuatan baik setelahnya.'"
Dengan kata lain, istiqomah merupakan bukti bahwa amal-amal kebaikan kita selama Ramadan telah diterima oleh Allah. Jika setelah Ramadan kita masih terus berada di jalan yang lurus, melakukan ketaatan, dan menjauhi larangan-Nya, maka itu pertanda bahwa ibadah dan puasa kita selama sebulan penuh telah diterima di sisi-Nya.
Sebaliknya, jika setelah Ramadan kita kembali tenggelam dalam kemaksiatan dan melalaikan kewajiban-kewajiban sebagai Muslim, itu pertanda bahwa amal-amal kita belum diterima secara sempurna. Ibnu Rajab melanjutkan, "Barangsiapa mengerjakan amal kebaikan, lalu dia mengerjakan amal kebaikan lagi setelahnya, itu pertanda diterimanya amal kebaikannya yang pertama. Sebaliknya, barangsiapa mengerjakan amal kebakan, lalu dia melakukan perbuatan buruk setelahnya, itu pertanda tertolak dan tidak diterimanya amal kebaikan tersebut."
Maka, wahai saudara-saudaraku seiman, marilah kita berjuang untuk istiqomah setelah Ramadan. Jauhilah sikap puas diri dengan hanya beribadah di bulan Ramadan saja, lalu kembali tenggelam dalam kelalaian dan kemaksiatan setelahnya. Ingatlah bahwa setiap amal kebaikan yang kita lakukan akan menjadi bekal berharga di akhirat kelak.
Jadikanlah Ramadan sebagai momentum untuk membangun kebiasaan-kebiasaan baik seperti shalat tepat waktu, membaca Al-Qur'an, bersedekah, dan berbuat baik kepada sesama. Jangan biarkan kebiasaan-kebiasaan mulia ini terhenti setelah Ramadan usai. Teruslah menjaga ibadah-ibadah tersebut dengan istiqomah, sebagai wujud syukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan selama Ramadan.
Istiqomah bukanlah perjuangan yang mudah. Godaan dan rintangan akan selalu menghadang di setiap langkah kita. Namun, dengan mengingat janji Allah bahwa setiap kesulitan pasti disertai kemudahan, maka kita dapat terus berjuang dengan penuh keyakinan dan harapan.