Seorang kepala sekolah "One Man Show" mampu mempertahankan konsistensi dalam kebijakan dan tindakan di sekolah. Dalam hal ini, tidak ada perubahan yang terlalu sering terjadi, sehingga menciptakan suasana yang stabil dan dapat diprediksi bagi guru, siswa, dan orang tua. Keberadaan konsistensi ini dapat menciptakan kepercayaan dan rasa aman di kalangan warga sekolah.
Kekurangan Kepala Sekolah "One Man Show"
1. Keterbatasan Perspektif
Salah satu kekurangan kepala sekolah dengan karakter "One Man Show" adalah keterbatasan perspektif. Kepala sekolah yang mengendalikan semua aspek di sekolah cenderung tidak melibatkan input dan ide dari guru, staf, dan pihak lain yang terlibat dalam pendidikan. Akibatnya, keputusan yang diambil mungkin tidak mempertimbangkan sudut pandang yang beragam dan ide-ide inovatif.
2. Beban Kerja yang Berlebihan
Dalam peran sebagai satu-satunya pengambil keputusan, kepala sekolah jenis ini seringkali mengalami beban kerja yang berlebihan. Dengan menangani semua tugas administratif, manajerial, dan akademik sendiri, kepala sekolah bisa menjadi terlalu terbebani. Ini dapat menyebabkan kelelahan dan berpotensi mengurangi kualitas kepemimpinan mereka dalam jangka panjang.
3. Kurangnya Partisipasi dan KeterlibatanÂ
Kepala sekolah "One Man Show" cenderung mengabaikan partisipasi dan keterlibatan dari pihak lain di sekolah. Ketika keputusan diambil tanpa melibatkan guru, staf, dan siswa, muncul risiko kurangnya rasa memiliki dan motivasi. Kurangnya partisipasi dan keterlibatan ini dapat merugikan iklim sekolah dan menghambat pertumbuhan kolektif dalam mencapai tujuan bersama.
4. Potensi Pengabaian Kebutuhan Individu
Dalam pendekatan "One Man Show", kepala sekolah cenderung fokus pada visi dan tujuannya sendiri, sehingga mengabaikan kebutuhan individu di sekolah.Â
Setiap siswa memiliki keunikan dan tantangan mereka sendiri dalam belajar. Tanpa keterlibatan dan perhatian yang memadai dari kepala sekolah, ada risiko bahwa beberapa siswa bisa terabaikan atau merasa tidak didengar.Â