"Bersatu dalam perbedaan, kita mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan berdampak positif."
Dalam era digital yang terus berkembang, cancel culture telah menjadi fenomena yang semakin umum di kalangan masyarakat, termasuk di lingkungan sekolah. Cancel culture mengacu pada tindakan membatalkan atau menghukum individu dengan menolak atau menghindari interaksi dengan mereka karena pernyataan, tindakan, atau pandangan yang dianggap kontroversial atau tidak dapat diterima secara sosial.Â
Dalam konteks pendidikan, cancel culture dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap siswa, guru, dan seluruh lingkungan sekolah. Artikel ini akan membahas tentang cancel culture di sekolah, dampaknya, dan cara mengoptimalkan dampak positifnya untuk kemajuan pendidikan.
Cancel Culture di Sekolah
Cancel culture di sekolah dapat terjadi melalui media sosial, interaksi langsung, atau bahkan melalui pengaruh kelompok siswa. Dalam beberapa kasus, siswa atau kelompok siswa dapat mengekspresikan penolakan atau menghukum individu yang terlibat dalam pernyataan atau tindakan yang kontroversial. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat secara emosional dan mental bagi individu yang menjadi sasaran pembatalan. Cancel culture di sekolah dapat berdampak pada kebebasan berpendapat, dialog terbuka, dan inklusivitas di lingkungan pendidikan.
Dampak Cancel Culture di Sekolah
1. Pembungkaman opini dan dialog
Cancel culture di sekolah dapat menciptakan atmosfer di mana siswa takut untuk menyuarakan pendapat yang berbeda atau berpartisipasi dalam diskusi yang sehat. Mereka khawatir akan konsekuensi sosial yang mungkin mereka hadapi jika mereka melanggar norma-norma yang dianggap "benar" oleh kelompok mayoritas. Hal ini dapat menghambat kebebasan berpikir dan menghambat pertumbuhan intelektual dan sosial siswa.
2. Pencitraan negatif dan penyalahgunaan kekuasaan