Mohon tunggu...
Syahra Putri Rahayu
Syahra Putri Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - PENGUSAHA SUKSES

NULIS KAK ♡´・ᴗ・`♡

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Media Sosial dalam Eskalasi Konflik antar Kelompok dalam Gerakan Keagamaan: Perspektif Pribadi

5 Juli 2023   08:28 Diperbarui: 5 Juli 2023   08:31 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial telah menjadi kekuatan yang tak terbantahkan, membentuk cara kita berinteraksi, berbagi informasi, dan mengungkapkan pendapat. Namun pada saat yang sama, harus diakui bahwa media sosial dapat menjadi medan pertempuran yang meningkatkan konflik antarkelompok dalam gerakan keagamaan. Pada artikel ini saya akan memberikan pendapat pribadi saya tentang peran media sosial dalam eskalasi konflik antar kelompok gerakan keagamaan.

Media sosial menyediakan forum yang bagus bagi orang-orang untuk berdiskusi dan berbagi pandangan mereka tentang agama. Namun, seringkali kita melihat bahwa pesan-pesan yang beredar di jejaring sosial tidak lagi digunakan untuk diskusi atau dialog, melainkan sebagai upaya untuk memperkuat keyakinan dan nilai kelompok sendiri dengan menghina dan mengutuk kelompok lain. Ini adalah salah satu cara media sosial berkontribusi pada eskalasi konflik antarkelompok dalam gerakan keagamaan.

Salah satu faktor yang berkontribusi besar terhadap eskalasi konflik adalah algoritma media sosial, yang dirancang untuk menyajikan konten sesuai minat dan preferensi kita. Meskipun ini mungkin tampak berguna pada pandangan pertama, algoritme menciptakan apa yang dikenal sebagai "gelembung filter", di mana kita hanya diekspos ke tampilan dan informasi yang selaras dengan keyakinan kita sendiri. Hal ini dapat memperkuat stereotip dan prasangka terhadap kelompok lain, yang mengarah pada pembentukan pendapat yang tidak setara dan konflik yang meningkat.

Selain itu, media sosial juga menawarkan tingkat anonimitas yang relatif tinggi. Orang-orang dapat menyembunyikan identitas mereka di balik akun palsu atau anonim, yang memungkinkan mereka berbagi konten yang provokatif atau mengganggu tanpa takut akibatnya. Hal ini memberikan panggung bagi individu atau kelompok yang ingin memanipulasi opini publik dan memicu bentrokan antar kelompok agama. Media sosial menjadi wahana kampanye kebencian dan kampanye kebencian yang mengeksploitasi ketidakstabilan gerakan keagamaan untuk menyulut konflik yang lebih dalam.

Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial juga mempengaruhi respons emosional terhadap isu-isu keagamaan. Saat kita melihat pesan provokatif dan penuh kebencian di jejaring sosial, kita bereaksi dengan sangat mudah dengan perasaan negatif yang sama. Dalam keadaan seperti ini, rasionalitas sering dilupakan dan kita cenderung menyerang balik tanpa memikirkan konsekuensinya. Ini hanya memperburuk konflik antar kelompok dan memperdalam perpecahan di antara mereka.

Namun, saya yakin sebagai pengguna media sosial, kita memiliki tanggung jawab pribadi untuk menggunakan platform ini dengan bijak. Pertama, penting untuk menjaga sikap saling menghormati dan toleransi ketika berhadapan dengan orang yang berbeda agama. Mari kita coba memahami sudut pandang mereka meskipun kita tidak setuju dengan mereka. Kedua, kami perlu memverifikasi informasi yang kami terima sebelum membagikannya. Pemantauan sumber dan keaslian informasi merupakan langkah penting dalam mencegah penyebaran konten penipuan dan provokatif.

Selain itu, pendidikan dan kesadaran kolektif juga penting untuk mengurangi dampak negatif media sosial terhadap meningkatnya konflik antar kelompok gerakan keagamaan. Kita harus mengadvokasi literasi media sosial dan kritis, di mana individu didorong untuk mengembangkan kemampuan mereka untuk menganalisis dan mengevaluasi informasi yang mereka konsumsi. Pendidikan antarbudaya dan dialog antaragama juga harus diperkuat untuk mendorong pemahaman dan toleransi antar umat beragama. Singkatnya, media sosial berperan penting dalam meningkatkan konflik antar kelompok gerakan keagamaan. Namun, kita sebagai pengguna memiliki tanggung jawab untuk menggunakan platform ini dengan bijak, untuk mempromosikan rasa saling menghormati dan toleransi, serta meningkatkan literasi media sosial dan dialog antaragama. Dengan tindakan ini, kita dapat mengurangi dampak negatif dari media sosial dan membangun jembatan yang kuat antar kelompok gerakan keagamaan untuk perdamaian dan pemahaman yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun