Mohon tunggu...
Syahrani
Syahrani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Baiknya segera memulai. Berhenti berandai-andai.

Kelahiran Banjarmasin, penyuka traveling, nonton dan aktif menulis di media sosial dengan tema pengembangan diri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ntar, Besok-Besok Khan Masih Bisa

4 Mei 2023   06:12 Diperbarui: 4 Mei 2023   06:55 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kamu termasuk orang yang malas, rada malas, kadang malas kadang rajin, rajin atau rajin sekali? Rajinnya hanya sekali, sisanya malas?

Rasa malas adalah hal umum yang wajar bagi kita semua, namun kalau kemalasan dibiarkan berlarut-larut, tentu akan berdampak buruk dan mengurangi produktifitas, sedangkan jatah hidup sangat terbatas.

Banyak orang mengartikan rasa malas itu hanya sebatas berdiam diri, rebahan, mager, nggak mau ngapa-ngapain. Padahal lebih dari itu.

Ketika kita tidak mengambil keputusan disaat memilik peluang, itupun termasuk malas. Mengurungkan tindakan karena kebayang dengan tantangan atau masalah yang akan dihadapi, itu juga sifat malas. Rasa malas seperti inilah yang harus diwaspadai. Bisa jadi itu adalah kesempatan terbaik yang hadir di dalam hidup, namun kita telah melewatkannya.

Lantas, kenapa ada orang yang dulunya pemalas kemudian jadi rajin? Atau sebaliknya, awalnya dikenal rajin, lama-lama jadi pemalas.

Orang bisa menjadi rajin karena punya tujuan yang jelas, sedangkan orang malas cenderung tidak punya tujuan, kalaupun punya, biasanya tujuannya masih umum, tidak spesifik.

Si A dan si B, keduanya ingin mengurangi berat badannya. Selang 2 bulan mereka pun timbang badan, ternyata berat si A berhasil terpangkas 5 kg, sedangkan berat si B berat malah naik 2 kg. Lho koq? Ternyata tujuan mereka berbeda. Si A punya target bisa turun 6 kg dalam 2 bulan, punya catatan harian dan jadwal menu yang lengkap dengan asupan kalori yang harus di konsumsi, sementara si B targetnya tidak ada, hanya ingin diet, mengurangi porsi makanan dan sesekali berolahraga.

Ketika tidak punya tujuan yang jelas, kita menjadi gampang lengah. "Akh, masih ada hari esok." "Ntar khan bisa dicoba lagi." "Lagi bad mood nih, kamu aja yaa.."

Sama halnya ketika ingin berbisnis, ada orang yang punya target yang jelas, ingin punya penghasilan tambahan sekian juta dalam sekian bulan, sementara ada orang yang tujuan berbisnisnya sekadar usaha sampingan, sekadar ada, sehingga tidak serius dalam menjalankannya.

Intinya, jika ingin terus bergerak dan bertumbuh, milikilah tujuan yang jelas. Semakin jelas dan semakin terarah tujuan kita melakukan sesuatu, semakin optimal kita berikhiar dan bertawakkal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun