Profesi hukum memegang peranan penting dalam penegakan keadilan dan pelestarian hukum di masyarakat. Oleh karena itu, kode etik profesi hukum menjadi landasan moral dan profesional yang harus dijunjung tinggi oleh setiap praktisi hukum. Kode etik ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap advokat, hakim, jaksa, dan penegak hukum lainnya bertindak dengan integritas, kejujuran, dan keadilan. Namun, ada kalanya terjadi pelanggaran kode etik yang menimbulkan kasus yang mencuat ke publik. Artikel ini akan membahas sebuah kasus pelanggaran kode etik dalam profesi hukum dan analisis mengenai etika serta tanggung jawab dalam profesi ini.
Pengacara yang Menyalahgunakan Informasi Klien
Sebuah kasus yang menyerupai pelanggaran kode etik dalam profesi hukum terjadi ketika seorang pengacara dituduh menyalahgunakan informasi rahasia kliennya untuk keuntungan pribadi. Kasus ini terjadi ketika pengacara tersebut menggunakan informasi tentang transaksi bisnis kliennya untuk melakukan investasi pribadi sebelum informasi tersebut diumumkan ke publik. Tindakan ini jelas melanggar kode etik profesi hukum yang mengharuskan advokat untuk menjaga kerahasiaan informasi klien dan tidak menyalahgunakan informasi tersebut untuk kepentingan pribadi. Fredrich Yunadi Fredrich dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Fredrich terbukti secara bersama-sama dengan Bimanesh Sutarjo, dokter di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung dan tidak langsung penyidikan terhadap tersangka dalam perkara korupsi. Dalam hal ini terkait kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-El) dengan tersangka Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Setya Novanto.Â
Dalam kasus ini, pengacara tersebut mendapatkan sanksi dari dewan etik advokat dan izin praktiknya ditangguhkan selama beberapa tahun. Tindakan ini menimbulkan perdebatan di kalangan praktisi hukum, karena selain berimplikasi hukum, kasus ini juga mencerminkan tantangan dalam menjaga integritas dan profesionalisme di tengah godaan kepentingan pribadi.
Pelanggaran yang dilakukan pengacara tersebut dapat dianalisis dari sudut pandang etika profesi hukum. Etika dalam profesi hukum tidak hanya berfungsi sebagai pedoman normatif, tetapi juga menjadi tolok ukur moral bagi praktisi hukum dalam menjalankan tugasnya. Ada beberapa prinsip etika yang relevan untuk dianalisis dalam kasus ini:
1. Prinsip Kepercayaan dan KerahasiaanÂ
  Etika profesi hukum menekankan pentingnya hubungan kepercayaan antara pengacara dan klien. Dalam hubungan ini, klien harus merasa aman untuk mengungkapkan informasi pribadi dan rahasia tanpa takut bahwa informasi tersebut akan disalahgunakan. Tindakan pengacara yang menyalahgunakan informasi rahasia jelas merusak prinsip kepercayaan ini. Ini merupakan pelanggaran serius karena bisa mengganggu hubungan antara klien dan profesi hukum secara keseluruhan.
2. Tanggung Jawab ProfesionalÂ
  Setiap praktisi hukum memiliki tanggung jawab untuk bertindak demi kepentingan klien dan bukan demi keuntungan pribadi. Tindakan pengacara yang memanfaatkan informasi klien untuk investasi pribadi menunjukkan ketidakmampuan untuk memisahkan kepentingan pribadi dengan tanggung jawab profesional. Dalam hal ini, pengacara tersebut tidak hanya melanggar kode etik tetapi juga merusak reputasi profesi hukum yang seharusnya dilandasi oleh prinsip keadilan dan integritas.
3. Konflik KepentinganÂ
  Salah satu prinsip utama dalam kode etik profesi hukum adalah menghindari konflik kepentingan. Ketika seorang pengacara memiliki kepentingan pribadi yang berpotensi mengganggu pelaksanaan tugas profesionalnya, maka ia harus mengungkapkan konflik tersebut kepada pihak terkait atau mengundurkan diri dari kasus tersebut. Dalam kasus ini, pengacara gagal mengelola konflik kepentingan sehingga mengorbankan integritasnya sebagai praktisi hukum.