Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa remaja ini seseorang akan banyak mengalami banyak perubahan termasuk pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Masa remaja juga dikenal sebagai masa dimana seseorang akan mulai mencari identitas dan jati dirinya. Dalam proses pencarian identitas dan jati diri ini juga remaja mulai mengeksplorasi mengenai seksualitas. Perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku seksual yang didorong oleh hasrat seksual lawan jenisnya, yang dilakukan oleh remaja sebelum mereka menikah. Bentuk-bentuk perilaku ini umumnya bertahap mulai dari tingkat yang kurang intim sampai dengan hubungan seksual.
Dengan rasa penasaran yang tinggi sebaiknya dibarengi dengan pemberian edukasi karena nyatanya pengetahuan remaja mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi secara umum masih tergolong rendah. Hal ini didasari oleh kurangnya edukasi yang didorong dengan anggapan bahwa kesehatan reproduksi dan seksualitas merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan. Kurangnya pengetahuan dan edukasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi berakibat pada masalah yang lebih besar, seperti penularan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS, terjadinya kehamilan diluar nikah yang mana berisiko bagi bayi dan ibu serta lakunya praktek aborsi yang tidak aman dan berbahaya. Masalah-masalah tersebut pada akhirnya akan merusak masa depan remaja.
Untuk mengatasi hal tersebut tentunya dengan mengencangkan upaya pengedukasian terkait kesehatan reproduksi dan seksualitas. Puskesmas dan PIK-KRR sebagai pelayanan kesehatan terdekat bagi masyarakat perlu meningkatkan upayanya dalam memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas sedini mungkin pada remaja. Puskesmas dan PIK-KRR setempat juga dapat bekerja sama dengan pihak sekolah untuk menjangkau lebih banyak remaja dan agar proses edukasi menjadi lebih terorganisir. Diharapkan juga Puskesmas dan PIK-KRR setempat dapat bergerak cepat dalam menanggapi suatu kasus menyangkut kesehatan reproduksi pada remaja, karena pada saat itulah remaja sekitar lingkungan memiliki keingintahuan tinggi terhadap hal-hal yang sayangnya masih dianggap tabu ini, untuk diubah menjadi bahasan yang memberi dampak baik.
Tidak hanya mengedukasi remaja, perlu dipertimbangkan juga untuk memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi remaja dan seksualitas kepada orang-orang yang dekat dengan remaja. Misalnya guru di sekolah dan orang tua. Diharapkan guru dan orang tua tidak lagi menganggap kesehatan reproduksi dan seksualitas sebagai hal yang tabu yang tidak dapat dibicarakan kepada anak. Sebaliknya, dengan komunikasi yang baik mengenai hal serupa, dapat mendorong remaja untuk lebih terbuka dan tentunya menambah pengetahuan mereka sehingga tidak lagi melakukan eksperimen-eksperimen yang dapat merugikan masa depannya.Â
Tentunya pemberian edukasi kepada remaja bukan satu-satunya masalah yang harus diatasi oleh pelayanan kesehatan setempat. Banyak masalah kesehatan lainnya yang harus diselesaikan, dan masalah-masalah tersebut berbeda di setiap tempat. Hal ini tentunya dapat menghambat jalannya proses promosi dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi yang ingin dilakukan, oleh karena itu perlu juga dilakukan penambahan kuantitas dan penguatan kualitas sumber daya, terutama sumber daya manusia serta pengevaluasian program-program kesehatan agar dengan terbatasnya Puskesmas, PIK-KRR serta SDM yang ada, program, khususnya program mengenai edukasi kesehatan reproduksi dapat menjangkau lebih banyak orang lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H