Bulan Ramadhan menjadi bulan spesial bagi umat Muslim di seluruh dunia, termasuk bagi umat Muslim di Indonesia. Puasa selama satu bulan penuh akhirnya ditutup dengan hari Raya Idulfitri atau biasa disebut sebagai lebaran. Kebahagiaan hari lebaran selalu ditunggu-tunggu karena suasana menyenangkan dan damainya. Kegiatan umum yang menjadi ciri khas dari lebaran di Indonesia antara lain adalah mudik, makan bersama, hingga menyinggahi kediaman tetangga dan kerabat untuk saling bersilaturahmi juga saling bermaafan.
Keberagaman yang dimiliki Indonesia membuat masing-masing daerah memiliki tradisi dan kebiasaan masing-masing dalam melaksanakan lebaran. Tak terkecuali tradisi lebaran di Dukuh Muteran, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Kue-kue kering tersaji di meja, obrolan hangat memenuhi sudut ruang tamu, juga tawa menghiasi kebahagiaan di hari Idulfitri. Hari pertama dan kedua lebaran dilakukan seperti pada kebanyakan daerah di Indonesia, yakni saling mengunjungi rumah tetangga dan kerabat untuk menyambung silaturahmi dan saling memohon maaf. "Kalau zaman saya kecil dulu, semua anak-anak itu harus keliling ke setiap rumah di dukuh. Kami memohon maaf dengan sungkeman, terutama ke orang tua." ungkap Pranowo (54) yang diwawancarai di kediamannya pada Minggu, 21/04/2024. Pranowo juga mengungkapkan adanya kata-kata khusus yang biasa diucapkan saat mealakukan sungkeman ke orang tua, yakni "Mbah/Pakde/Bude sowan kulo mriki ngaturaken sembah pangabekti mbok bilih wonten kalepatan kulo, kulo nyuwun pangapunten ing dinten riyoyo ba'da." yang artinya adalah ""Mbah/Pakde/Bude kedatangan saya ke sini, menghaturkan salam hikmat bila ada kesalahan, saya memohon maaf di hari raya ini."
Tidak hanya saling memohon maaf dan memaafkan, keunikan lebaran di Dukuh Muteran terdapat pada tradisi kupatan yang sudah sejak turun-temurun dilaksanakan oleh masyarakatnya. Berbeda dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang sibuk menyiapkan makanan khas lebaran seperti kupat sehari atau beberapa hari sebelum lebaran, masyarakat di Dukuh Muteran baru melaksanakannya setelah 7 hari lebaran usai. Asap dan kesibukan di dapur baru terasa setelah seminggu lamanya lebaran usai. "Kalau tradisi kupatan sebenarnya bisa berbeda-beda setiap daerahnya, tapi kalau di sini, kupatan dilakukan 7 hari setelah lebaran. Jadi ini memang pada dasarnya tradisi turun temurun saja." ungkap Pranowo. Pembuatan kupat, dibarengi dengan pembuatan makanan khas lebaran lainnya seperti opor ayam, krecek, dan juga serbuk kacang kedelai sebagai taburan kupat.
Tradisi kupatan di Dukuh Muteran tidak sesederhana itu, kupat memiliki makna ngaku lepat atau mengaku salah. Maka, makna dari tradisi kupatan ini adalah untuk saling mengaku salah dan saling memaafkan. Tradisi ini juga sebagai bentuk suka cita dan ungkapan rasa bersyukur masyarakat setelah menjalani ibadah di bulan Ramadhan dan menyambut datangnya bulan Syawal.
Keunikan dalam tradisi kupatan ini adalah melalui ungkapan rasa syukur dan kebersamaan yang dicerminkan masyarakat Dukuh Muteran. Setelah satu hari penuh sibuk mempersiapkan kupat dan makanan pendampingnya, keesokan harinya setiap keluarga membawa makanan untuk dikumpulkan. Setiap makanan yang dibawa masing-masing keluarga kemudian didoakan oleh modin atau perangkat desa yang bertugas di bidang keagamaan. Doa yang dipanjatkan biasanya seputar ucapan syukur dan memohon kesejahteraan serta kemakmuran masyarakat. Setelah makanan didoakan, biasanya akan dilaksanakan makan bersama. Namun, pergeseran zaman membuat makan bersama setelah doa sudah jarang dilakukan. "Kalau zaman dulu itu, setelah didoakan, makanan yang sudah dibawa biasanya dimakan ramai-ramai. Tapi kalau sekarang kayaknya sudah jarang atau bahkan tidak pernah lagi seperti itu. Yang masih tertinggal dan dilaksanakan sampai sekarang itu tradisi membawa makanan lalu makanan didoakan." tutur Pranowo menambahkan.
Tradisi lebaran dan kupatan di Dukuh Muteran, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten merupakan satu dari banyak tradisi Indonesia yang harus dilestarikan dan diteruskan oleh generasi penerus. Tak hanya tradisinya, tetapi juga makna dari tradisi kupatan harus selalu dijunjung dan diresapi oleh masyarakat. Saling mengaku kesalahan dan saling bermaafan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H