Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Romi Masih 'Terkuat' di PPP

10 April 2016   14:23 Diperbarui: 10 April 2016   14:30 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perjalanan mencapai islah bagi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dirundung konflik pasca lengsernya Suryadharma Ali (SDA) dari kursi ketua umum partai berlambang Ka’bah ini semestinya berakhir sudah. Islah yang dikemas dalam forum konsensus bernama “muktamar islah” ini seharusnya menjadi titik balik bagi PPP untuk memulai menata kembali “serpihan-serpihan” yang sudah retak akibat sempat terpecahnya PPP menjadi dua kubu, antara kubu Romahurmuziy (Romi) dan Djan Faridz. Merujuk kepada AD/ART partai, muktamar merupakan forum  tertinggi dalam partai dan memiliki legalitas yang kuat dalam menggulirkan sebuah kesepakatan bersama. Dengan demikian, jalur-jalur lain yang kemudian hendak ditempuh sebagai forum lain dalam islah selain muktamar adalah ilegal dan secara aturan kepartaian tidak dapat dipertanggungjawabkan baik hasil maupun konsekuensinya.

Sebelumnya, PPP pernah menggelar muktamar serupa—muktamar VIII—yang digelar masing-masing oleh dua kubu, dimana Romi terpilih dalam Muktamar Surabaya dan Djan Faridz terpilih pada ajang Muktamar Jakarta. Dualisme kepemimpinan PPP ini terus berlanjut sampai pada akhirnya konflik dualisme ini diselesaikan melalui campur tangan pemerintah dengan dibatalkannya  keabsahan dua muktamar tersebut dan dikembalikan ke muktamar awal yaitu Muktamar Bandung dimana SDA dan Romi masing-masing sebagai ketua umum dan sekjen. Meski demikian, kubu yang dimotori oleh Djan Faridz nampaknya kurang puas dan terus melakukan perlawanan secara hukum, bahkan dengan menggugat pemerintah dan Romi secara langsung dengan gugatan material sebesar 1 triliun rupiah.

Muktamar ke VIII PPP yang digelar di Pondok Gede, Jakarta telah sepakat memilih ketua umum barunya, Muhammad Romahurmuziy alias Romi. Romi yang sebelumnya terpilih pada Muktamar Surabaya dan digugat legalitasnya oleh Djan Faridz yang saat itu sebagai Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta ternyata tetap masih sosok terkuat dalam ajang kontestasi  pemilihan ketua umum. Nama Romi dianggap “paling kuat” diantara beberapa nama calon kontestan lainnya yang sempat beredar, seperti, Lukman Saifuddin, Djan Faridz, Achmad Muqowwam dan Amir Uskara. Romi yang juga memiliki garis keturunan dari jalur keluarga besar NU ternyata masih diminati muktamirin. Sejarah kebesaran PPP yang tak lepas dari perjuangan tokoh-tokoh NU ternyata masih memberikan kesan, bahwa warna ke-NU-an masih sangat mendominasi dalam internal partai berlambang ka’bah ini.

Muktamar VIII yang baru saja digelar kemarin terlihat agak unik, karena ajang muktamar islah ini digelar atas kesepakatan kedua kubu yang berseteru, yaitu SDA—yang pro Djan Faridz—dan Romi. Selain itu, muktamar kali ini juga dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kyai khos NU, yang juga sesepuh partai Islam tertua di Indonesia ini, KH Maimoen Zubair (Mbah Moen). Sebelumnya, Presiden Jokowi agak ragu untuk menghadiri muktamar islah ini karena khawatir akan dipolitisasi karena mendukung salah satu kubu dalam muktamar. Tetapi, Jokowi nampaknya merasa perlu menghadiri muktamar ini karena undangan untuk muktamar telah ditandatangani langsung oleh Romi maupun SDA, selain juga bahwa Mbah Moen sebagai sesepuh PPP sudah dipastikan akan menghadiri muktamar islah ini.

Kendati demikian, beberapa pihak yang disebut sebagai pendukung Djan Faridz mempermasalahkan muktamar islah ini dan hanya menganggap pertemuan biasa dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Kubu Djan Faridz, melalui Muhammad Mustafid yang juga Wakil Sekretaris DPW PPP Jateng menyatakan bahwa apa yang digelar oleh muktamar islah ini tidak lebih dari upaya-upaya atau lobi-lobi politik yang mempertontonkan oportunisme kekuasaan. Kubu Romi dianggap ingin mendapat perhatian pemerintah dan berkeinginan mengamankan posisi kadernya ditengah kencangnya isu reshuffle kabinet. Bagi kubu Djan, tidak ada kepentingan apapun untuk terlibat langsung atau turut menghadiri atau bahkan ikut dalam kontestasi pemilihan ketua umum PPP karena proses hukum yang sedang diajukan oleh mereka terhadap legalitas Romi dianggap masih belum final.

Sebagaimana diketahui, Djan Faridz telah melakukan gugatan kepada Romi dan pemerintah akibat akibat putusan pengadilan sebelumnya yang mengabulkan pengembalian kepengurusan PPP yang sah ke susunan pengurus hasil Muktamar Bandung, dimana SDA dan Romi dalam struktur kepengurusan merupakan ketua dan sekretaris jendral (Sekjen). Akibat putusan ini, kubu Djan menganggap telah dirugikan secara materil karena keputusan tersebut justru telah melawan hukum karena sudah membatalkan keputusan pengadilan yang mencabut kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya, oleh karena itu kubu Djan menuntut pihak Romi dan penerintah ke pengadilan dan mengganti kerugian-kerugian materil sebesar 1 triliun.

Muktamar VIII yang diklaim PPP dihadiri lebih dari 1500 pengurus yang berasal dari DPW dan DPC PPP seluruh Indonesia ini secara aklamasi telah memilih Romi sebagai Ketua DPP PPP periode 2016-2021. Seharusnya, inilah hasil konsensus PPP dengan membentuk forum muktamar islah. Semestinya, forum tertinggi partai ini dapat diterima oleh semua pihak, khususnya pihak-pihak yang berseteru. PPP merupakan cerminan partai Islam yang mengedepankan nilai-nilai Islam yang jauh dari ambisi politik sesaat. Sebagai partai Islam tertua, para kader yang mengikatkan dirinya secara ideologis kepada partai ini semestinya dapat mengambil nilai-nilai Islam yang mengedepankan perdamaian (islah) dibanding konflik. Keengganan untuk menyelesaikan konflik dengan cara-cara islah hanyalah akan membawa kepada kebingungan masyarakat pendukung partai itu sendiri dan pada akhirnya para pendukung akan cenderung melepaskan diri dari konflik, dan PPP akan kehilangan massa akar rumputnya. Apalagi fungsi partai politik selain sebagai sebuah elemen dalam memperoleh keuasaan politik, ia juga berfungsi untuk mengatasi setiap konflik dari setiap perbedaan yang terjadi dalam internalnya. Jika partai terus berlarut dalam konflik, maka partai akan lemah dan tidak akan lagi dilirik oleh masyarakat. Semoga PPP melalui muktamar islah ini dapat memulai lagi kehidupan baru politiknya pasca konflik internal berkepanjangan.

Wallahu a’lam bisshawab  

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun