Pendidikan apapun itu bentuknya, merupakan jalan menuju suatu keberadaban dan kewarasan berpikir manusia. Melalui pendidikan, sebuah bangsa akan tampak lebih beradab, lebih maju, berbudaya dan menjadi bangsa yang kuat serta disegani dan tak mungkin dilecehkan oleh bangsa mana pun.Â
Dulu, bangsa Indonesia menjadi incaran penjajahan oleh bangsa lain karena ketiadaan pendidikan yang memadai bagi rakyatnya. Rakyat Indonesia masih bodoh waktu itu, ditambah kemudian para penjajah yang datang justru semakin membodohi rakyat bukan mendidik atau memberikan fasilitas pendidikan yang memadai bagi rakyatnya.Â
Dengan demikian, terdapat suatu kausalitas abadi, bahwa pendidikan yang baik akan melahirkan bangsa yang baik demikian juga sebaliknya, pendidikan yang buruk akan berdampak pada kemunduran, keterbelakangan bahkan kehancuran suatu kondisi bangsa.
Memahami pendidikan, tidak harus dipandang sebagai sebuah kegiatan formal di sekolah saja  tetapi harus dipahami lebih luas lagi, pendidikan harus mampu memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia, termasuk yang sangat penting adalah menyemai pendidikan yang ada di lingkungan terkecil, yaitu keluarga.Â
Keluarga merupakan embrio utama dalam proses peningkatan kualitas insan terdidik dimana jika pendidikan yang dilakukan dalam keluarga memadai dengan baik, niscaya akan melahirkan pribadi-pribadi terdidik yang cerdas, berkarakter, memiliki tanggung jawab sehingga pada saatnya akan membentuk generasi-generasi bangsa yang baik, kuat dan berwawasan luas.Â
Pada akhirnya, lingkungan keluarga yang peduli terhadap pendidikan akan mampu menyerap dan mengkristalisasikan nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kebangsaan pada setiap generasinya. Hal ini yang seringkali diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan dalam keluarga dapat membentuk karakter manusia yang berbudi luhur selaras dengan kehidupan dan nilai-nilai kebangsaan.
Melalui pandangan dan pemahaman yang luas tentang pendidikan, maka makna pendidikan tidak terdistorsi hanya kepada proses pembelajaran di kelas dengan seperangkat kurikulum yang ditentukan, pilihan waktu yang ditetapkan, prosesi yang berjenjang, sehingga pendidikan seakan berada pada ruang gerak yang sempit, formal, ekslusif serta dibatasi oleh seperangkat aturan baku yang telah mengikat.Â
Tidak semua lapisan masyarakat ternyata dapat mengakses pendidikan secara formal, sehingga dibutuhkan model pendidikan semesta melampaui sekat-sekat formalitas yang ada. Jika pendidikan bertujuan untuk peningkatan kualitas sumber daya insani, maka makna pendidikan harus diderivasi dari yang sekedar formalitas dan sektoral  menjadi pendidikan yang bernuansa universal dan global.Â
Namun masalahnya, orientasi publik saat ini cenderung memaknai pendidikan secara formalistik dan pragmatik. Insan-insan yang terdidik secara formal dalam masyarakat diharapkan setelah lulus misalnya, dapat mengisi pos-pos pekerjaan dalam sektor-sektor riil, seperti di swasta atau pemerintahan, mindset publik tidak diarahkan dalam rangka mengembangkan potensi kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan yang universal.Â
Tugas keluarga-lah sebagai unit masyarakat terkecil dalam sebuah entitas bangsa dan negara yang seharusnya dapat mengaktualisasikan konsep pendidikan universal disaat pendidikan model formal kadang mengalami kemacetan.
Saat ini, memang tidak semua masyarakat di Indonesia mampu mengakses pendidikan formal seperti model pendidikan yang baku seperti yang terwujud dalam bentuk sekolah. Bahkan sampai saat ini, sekolah-pun nampaknya belum tersebar secara merata di seluruh pelosok wilayah Indonesia.Â