Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Manusia Berjumpa Tuhan: Spirit Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW

24 Maret 2020   09:22 Diperbarui: 24 Maret 2020   09:31 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai Muslim, saya selalu diingatkan akan sebuah peristiwa luar biasa, peristiwa fenomenologis yang hanya dipahami oleh pendekatan iman, bahwa peristiwa Isra dan Mi'raj yang dialami pribadi agung Nabi Muhammad SAW merupakan hal yang juga dapat dialami oleh setiap manusia dengan cara atau bentuk yang berbeda-beda. 

Perjalanan Nabi dari Mekah ke Yerussalem, menunjukkan aspek spiritualitas dalam memuaskan kehidupan beragama, melihat bahwa Mekah dengan simbol "Ka'bah" yang menjadi kiblat umat Muslim di dunia, hendaknya tidak melupakan realitas agama Tuhan sebelumnya dimana simbol suci itu ditunjukkan melalui Baitul Maqdis di Palestina, sebuah entitas kesucian agama dalam tradisi Yahudi-Kristen yang juga bagian dari tradisi Islam. 

Majid al-Aqsha tentu saja pernah menjadi kiblat umat Muslim selama berabad-abad, sebelum kemudian pada kira-kira 623 M, Nabi Muhammad mengubahnya ke arah Ka'bah sebagai kiblat baru umat Muslim. Melalui peristiwa Isra ini kita lebih diajak pada suasana spiritual keagamaan secara lebih toleran, dimana terdapat tradisi-tradisi atau agama-agama lain yang hidup secara berdampingan.

Puncak spiritualistas yang paling tinggi adalah pertemuan manusia dengan Tuhan dan ini merupakan bagian inheren dari seluruh ajaran agama manapun. Konsep "pertemuan" ini paling inti dalam ajaran Islam sebagaimana dielaborasi dalam konsep Tauhid, dimana konsep ini lebih sering berkonotasi "penyatuan" antara manusia dengan Tuhan, daripada sekadar "pengakuan" terhadap eksistensi Tuhan Yang Maha Tunggal. Sebagai manusia agung yang terpilih, 

Nabi Muhammad diizinkan untuk melakukan "mi'raj" bertemu langsung dengan Tuhan dan ini merupakan esensi dari seluruh ajaran Tauhid yang dikembangkan dalam aspek teologi Islam. Perjumpaan Nabi dengan Tuhan ini menghasilkan sebuah "kesepakatan" yaitu praktik ritual bagi setiap Muslim yang dikenal dengan "sholat" dimana dalam pengertian leksikalnya adalah "doa". 

Salat, merupakan sarana bagi setiap Muslim untuk "naik" (mi'raj) untuk bertemu secara spiritual dengan Tuhan dan hampir tidak ada ritual sejenis yang mampu meningkatkan spiritualitas seorang Muslim, kecuali ketika dia melaksanakan, memahami, bahkan mengaktualisasikan setiap salatnya. 

Salat merupakan entitas tertinggi dari puncak spiritualitas seorang Muslim, yang aktualisasi sebenarnya berupa nilai-nilai kemanusiaan yang paling hakiki: salat akan mencegah perbuatan keji dan munkar. Ketika manusia mencapai puncak spiritualitasnya melalui kesempurnaan salat, maka tak akan ada keburukan diluar dirinya, sebab nilai spiritualitas senantiasa mengajaknya kepada kebaikan dan kemaslahatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun