Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Gereget Tahun Baru 2019 di Tengah Himpitan Tahun Politik

31 Desember 2018   15:19 Diperbarui: 1 Januari 2019   04:03 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak seperti jelang momen pergantian di tahun-tahun sebelumnya, tahun baru kali ini sepertinya tampak kurang gereget. Berbagai macam isu kepolitikan ikut mewarnai beragam agenda malam pergantian tahun, dari himbauan tertulis para kepala daerah untuk tidak berlebihan dalam meramaikan acaranya, hingga soal larangan-larangan tertentu yang dinilai mengganggu ketertiban masyarakat. 

Padahal, hampir setiap tahunnya, euforia masyarakat di malam pergantian tahun cenderung "dibebaskan" bahkan banyak yang mengekspresikannya secara berbeda-beda, namun yang pasti hampir seluruhnya diliputi suasana kegembiraan. 

Tahun politik tentu saja sedikit banyak berpengaruh terhadap ekspresi masyarakat terhadap tahun baru, bahkan Forkopimda Sabang tak hanya melarang masyarakat mengekspresikan kegembiraan di tahun baru, bahkan sekadar berdzikir, berdoa, yasinan atau sekadar tausiyah keagamaan termasuk yang dikekang.

Tahun politik tentu saja identik dengan persoalan, bagaimana sebuah aturan diberlakukan demi alasan-alasan kepolitikan, entah karena khawatir soal dukungan yang merosot, dihantui sangsi sosial, atau kekhawatiran akan kedudukan politisnya justru tereliminasi nanti. 

Sekalipun memang mungkin ada keputusan-keputusan yang bersifat 'simbolik' sebatas pemenuhan kepentingan bersama, namun yang pasti banyak yang terkait dengan euforia masyarakat terhadap ajang pergantian kekuasaan. Tahun baru di tahun politik memang terasa berbeda, sehingga mungkin saja berbagai ekspresi kegembiraan masyarakat dibatasi, sekalipun hanya sekadar berseloroh, "Selamat tahun baru 2019".

Bahkan dalam beberapa hal, tahun baru Masehi ini selalu saja dibenturkan dengan kenyataan tahun baru Islam, sehingga seolah-olah ikut merayakan kegembiraan atau sekadar mensyukuri malam pergantian tahun dianggap sikap 'tasyabbuh' atau menyerupai kaum lain. 

Perbedaan antara Masehi dan Hijriyah dalam kalenderisasi Islam tidaklah terpaut sama sekali dengan konsep keberagamaan, melainkan hanya pada metode perhitungan berdasarkan peredaran matahari dan bulan. Kenyataannya, hampir seluruh dunia menggunakan kalender umum Masehi dalam seluruh aktivitas kesehariannya dan tentu saja tanpa meninggalkan metode penanggalan berdasarkan hijriyah untuk hal-hal yang bersifat "doktrinal", seperti penentuan awal puasa atau lebaran.

Saya kira, banyak himbauan tertulis yang tersebar di media sosial yang berasal dari kepala daerah yang 'membatasi' malam perhelatan pergantian tahun secara lebih khidmat seraya melarang berbagai kegiatan yang dianggap berlebihan. 

Yang mengharukan barangkali para pedagang terompet musiman yang selalu saja 'ditekan' dengan berbagai macam dalih, dari soal praktik yang menyalahi ajaran agama sampai hoaks penyakit menular yang bisa diturunkan dari terompet yang mungkin saja bekas mulut orang-orang yang mencobanya. Beberapa kali pergantian tahun mungkin paling dirasakan susah bagi mereka yang hanya setahun sekali mengeruk rezeki, sekalipun cara-cara halal telah dijalani untuk sekadar memberi makan anak-istri.

Tak hanya itu, bunyi petasan yang dulu bersautan dijelang malam pergantian tahun, mungkin saja tahun ini tak seramai dulu atau bahkan mungkin lenyap sama sekali! Tukang petasan dan kembang api selalu gigit jari, bahkan tak hanya jelang pergantian tahun saja karena umumnya mereka dianggap bagian dari "terorisme" karena ada yang menyamakan petasan dengan bom dan kembang api dengan pistol.

Tak sedikit bahkan tukang mercon yang diuber-uber aparat, lalu mereka minggat, berusaha mencari tempat sekadar untuk kembali menyambung hidup karena memang keahliannya hanya membuat "bom" sekelas kembang api dan petasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun