Kelompok konservatif umumnya berupaya menjaga lembaga, tradisi, serta otoritas agama. Identitas keislaman yang hidup dalam kultur Muhammadiyah, memungkinkan setiap anggotanya yang tergabung dalam wadah politik PAN mengaktualisasikan dirinya melalui serangkaian fenomena gerakan formal Islam politik dan menemukan momentumnya disaat menguatnya gerakan konservatisme Islam yang cenderung mengkritik pemerintahan.
Sangat wajar saya kira, ketika PAN dibawah bayang-bayang Amien Rais justru benar-benar menemukan momentumnya ditengah menguatnya arus "Islam politik" dalam berbagai gerakan konservatisme yang terus menyuarakan pergantian kekuasaan. Para penggagas PAN yang kemudian kecewa dengan sikap Amien Rais yang dianggapnya melenceng dari khittah partai, lalu mendesak dirinya mundur semakin memperlihatkan bahwa ada upaya-upaya yang hendak mengaburkan garis demarkasi ideologi politik partai dengan suatu kenyataan politik.Â
Tak berlebihan jika dikatakan, bahwa mungkin saja para penggagas PAN itu memang pro-rezim atau menganggap penguatan konservatisme agama hanya akan menemukan jalan buntu dalam memperoleh kekuasaan.
Manuver politik Amien Rais yang selalu diidentikkan dengan gaya konservatisme Islam, tentu saja seringkali membuat gerah para lawan politiknya. Tidak hanya mereka yang memang berseberangan secara ideologi politik, bahkan dalam internal PAN sendiri, seringkali terjadi upaya penggembosan politik seperti yang dilakukan tokoh-tokoh PAN daerah yang mendeklarasikan dirinya mendukung petahana dalam Pilpres 2019 mendatang. Keberadaan Amien terus dipertanyakan, bahkan berbagai kritik yang mengarah kepada pribadi dirinya seolah ia tak lagi mencerminkan sikap nasionalisme karena mendukung dan menggunakan kekuatan gerakan konservatisme Islam demi tujuan politik  kekuasaan. Â
Lalu, apakah bermasalah ketika PAN memposisikan dirinya sebagai parpol pengkritik penguasa? Atau salahkah PAN yang benar-benar all out memenangkan capres Prabowo dengan memperkuat garis kepolitikannya yang konservatif, menggandeng gerakan-gerakan Islam politik yang seolah-olah diwacanakan publik sebagai gerakan politik yang cenderung memanfaatkan agama? Sosok Amien Rais yang selalu kritis memang berupaya membangkitkan sisi nasionalismenya melalui upaya "perlawanan" atas sikap "politisasi" rezim terhadap dirinya.Â
Jika memang benar ada upaya kuat dari "tangan-tangan tak terlihat" dalam berupaya membungkam sikap kritis Amien yang terlampau keras, berarti memang ada upaya politisasi yang tidak sehat ditengah klaim menguatnya demokrasi. Maka, sudah sewajarnya jika ada upaya perlawanan balik dari PAN yang membela Amien Rais disaat tokoh paling seniornya justru "dipolitisasi". Â Â
Mungkin saja sosok Amien Rais menjadi ikon bagi gejala "conservative turn" sebagaimana penelitian Martin Van Bruinessen (Contemporary Developments in Indonesian Islam: 2013) yang mengungkap menguatnya kembali konservatisme beragama di kalangan Muslim Indonesia. Sekalipun hal ini menjadi gejala sosial yang bermasalah karena rentan terhadap kemunculan radikalisme dan ektrimisme, namun sosok Amien nampaknya tetaplah nasionalis karena sikapnya yang selalu kritis terhadap upaya penyelewengan-penyelewengan kekuasaan.Â
Kesan penggunaan agama sebagai alat politik yang ditunjukkan melalui kedekatannya dengan berbagai gerakan konservatif, hanyalah taktik politik sekaligus konsistensi dirinya sebagai begawan politik yang anti-rezim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H