Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Al-Makiyun dan Tampang Boyolali

5 November 2018   13:00 Diperbarui: 5 November 2018   15:17 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Boyolali membawa poster dan spanduk protes terhadap pidato Prabowo memadati ruangan di Balai Sidang Mahesa di Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (4/11/2018).(KOMPAS.com/LABIB)

Lalu, apakah metode membangun narasi politik saling merendahkan ini berdampak bagi peningkatan modal elektabilitas? 

Saya kira tidak sama sekali, karena elektabilitas sejauh ini hanya dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya positif yang saling membangun antarkandidat, sehingga rakyat akan semakin tahu dan yakin siapa sesungguhnya kandidat pilihan mereka. 

Membangun citra buruk terhadap lawan politik melalui narasi-narasi negatif, jelas tak akan berpengaruh terhadap menurunnya eletabilitas politik, yang ada publik akan lebih waras menilai mana pihak yang memprovokasi dan mana pihak yang tidak.

Drama politik narasi yang seringkali terjadi belakangan ini, bukan tanpa aktor maupun sutradara. Tak ada sebuah situasi politik yang berjalan spontanitas tanpa "digerakkan" atau tanpa "diarahkan" oleh pihak-pihak tertentu. 

Seakan masing-masing pihak sudah jauh-jauh hari mengumpulkan amunisi, tinggal soal kapan dan dimana peluru itu dimuntahkan. 

Uniknya, para pemain drama politik ini masing-masing sudah memiliki tameng penahannya, sehingga setiap amunisi yang ditembakkan, tameng-tameng politik telah dipersiapkan, lengkap dengan serangan balasan yang telah diatur sedemikian rupa. 

Namun, masalahnya tinggal kita mau mempercayainya atau tidak.

Kita tak terlampau sulit mengenali beberapa aktor yang seringkali tampil menjalankan skenario politik naratif, karena umumnya orangnya tetap itu-itu saja. 

Mungkin mereka mengira, bahwa drama politik semacam ini bakal mampu menggenjot elektabilitas, padahal justru sebaliknya malah memperburuk citra bahkan dapat menurunkan tingkat elektabilitas seorang kontestan politik. 

Itulah sebabnya, sebuah otokritik muncul dari cawapres Ma'ruf Amin dengan menyebut konotasi buruk terhadap mereka-mereka yang memainkan drama politik naratif yang merendahkan pihak lain sebagai ahli maki-maki atau "al-makiyun".

Kita tentu saja berharap---sebagaimana keinginan Ma'ruf---agar membangun komunikasi politik secara lebih santun dan baik. Karena disinilah sesungguhnya citra Indonesia sebagai negara yang melek demokrasi semakin dipertaruhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun