Hampir tak ada anak bangsa ini yang tak mengenal lagu "Potong Bebek Angsa" karya gubahan maestro lagu anak, Pak Kasur. Lagu ini tiba-tiba populer ditengah menghangatnya isu politik jelang kontestasi politik nasional tahun depan. Kepopulerannya justru terdongkrak karena lirik lagu ini sedikit diubah oleh politisi Gerindra Fadli Zon yang sekilas tampak nyinyir menyindir kubu pasangan capres Jokowi.Â
Lirik "masak dikuali" yang diubah menjadi "maksa dua kali" memang terasa pas dan menohok capres incumbent yang memang lantang menggaungkan narasi dua periode untuk jabatan presiden mendatang. Tak ada yang perlu dibesarkan semestinya, karena soal perubahan lirik demi popularitas telah lebih dulu "dirusak" kelompok musik parodi Teamlo asal Solo.
Politik memang ranah perjuangan penuh intrik, unik, tak perlu harus menididik karena kebanyakan menghardik. Cara-cara memperoleh kekuasaan selalu dibenarkan, selama tidak dalam hal kampanye negatif apalagi pembunuhan karakter.Â
Kritik itu diperlukan bahkan harus demi menggugah selera politik masyarakat, bahkan kritik akan lebih banyak menyadarkan masyarakat soal bagaimana kekurangan para kandidat. Wajar jika masing-masing pendukung membela kandidat yang diusungnya, seraya mengkritik kandidat lain yang dianggap sebagai rival politik mereka.
Pilpres 2019 mendatang memang ajang "perang" psikologis, di mana masing-masing kubu terus mengunggah berbagai kritik tajam---bahkan tak jarang masuk kategori penghinaan---demi menjatuhkan mental dan psikologis para pendukungnya. Jika bermental baja, segala kritikan, ungkapan nyinyir, atau pelecehan sekalipun, jika memang itu sekadar "shock therapy", tak akan berpengaruh besar terhadap seseorang.Â
Lain halnya dengan pribadi baperan, sudah pasti hal-hal kritik yang dianggap "merugikan" segera dibalas dengan kritikan serupa, bahkan bisa lebih parah. Belum habis soal wacana labelisasi "ulama" yang terus diperdebatkan dan dibesar-besarkan dalam ranah konflik politik, kini ramai soal "bebek" yang diperdebatkan para politisi.
Sudah sejak dari dulu, sosok Fadli Zon---dan juga Fahri Hamzah---dianggap sebagai politikus yang doyan sekali nyinyir dan mengkritik pemerintahan Jokowi. Fadli, tentu saja bagian dari oposisi yang terus menyuarakan ketidakcocokan dirinya dengan pemerintahan sekarang. Hampir tak ada yang positif dimata dirinya, kecuali kritik demi kritik dengan kesan negatif terhadap pemerintahan berjalan.Â
Oposisi memang seharusnya seperti itu, walaupun narasi berimbang dengan memberikan apresiasi positif terhadap keberhasilan pemerintah, patut juga diungkap dan diperdengarkan.Â
Fungsi oposisi sebagai penyeimbang kekuasaan, bukan sekadar mahir memutar-balikkan kata, data, atau fakta, tetapi bagaimana memberikan dukungan positif bagi arah kebijakan yang dirasa sukses, seraya mengkritik arah kebijakan yang dianggap jauh menyimpang dari kemaslahatan rakyat.
Dalam beberapa hal, Fadli merupakan politikus populer yang diminati publik, baik yang pro maupun yang kontra sekalipun. Hampir setiap hari, twitter-nya dikomentari banyak orang, bahkan tak jarang ada saja yang melontarkan kata-kata yang tak pantas.Â
Tak ada negara sebebas Indonesia, di mana seorang anggota parlemen digandrungi oleh netizen, dikenal oleh hampir seluruh segmentasi masyarakat, dari mulai tukang sayur, tukang cukur, insinyur, hingga gubernur.Â