Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Umrah "Politik" dan Koalisi Keumatan

3 Juni 2018   23:49 Diperbarui: 4 Juni 2018   00:19 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu ibadah yang yang selalu ramai menjadi incaran umat muslim di Indonesia tentu saja umrah di bulan Ramadan. Bukan apa-apa, umrah di bulan Ramadan selain tampak "ekslusive" karena biaya perjalanannya bisa 2 kali lipat dari umrah di hari biasa, ibadah ini disebut sama dengan haji dari sisi pahalanya (ta'dilu hajjatan). Siapa yang tak mau berumrah di bulan Ramadan? 

Hampir setiap muslim "yang mampu" pasti akan lebih memilih di bulan ini untuk melakukan kegiatan ibadah umrah, walaupun harus rela merogoh kocek lebih banyak. Tak heran, jika kemudian banyak tokoh politik kawakan melangsungkan umrah bulan Ramadan, tak sendirian, mereka membawa serombongan orang untuk bersama-sama meraih pahala haji disaat umrah Ramadan.

Saya yakin, siapapun yang hendak pergi umrah, sudah tentu berniat ibadah, menghilangkan sementara rutinitas keduniaan yang kadang mengganggu kekhusyukan ibadah selama di tanah air. Termasuk Prabowo Subianto, Amien Rais, dan beberapa alumnus 212 yang kemudian menjalankan ibadah umrah di Mekah. Anehnya, kegiatan umrah mereka lantas dipandang sebagai bagian dari kegiatan politik, bahkan seolah-olah umrah hanya sekadar kedok yang dimanfaatkan untuk menutupi kegiatan politik mereka. 

Padahal, sulit menjalankan kegiatan politik apapun di Mekah dan Madinah, kecuali kegiatan keagamaan, berdzikir, bermunajat kepada Allah, menyadari semua kesalahan dan dalam rangka menggapai ridha-Nya dengan tobat.

Ada hal yang menarik bagi saya, bahwa baru satu kali ini dalam sejarah Prabowo bertemu dengan Amien Rais di Mekah dalam suasana ibadah. Sulit rasanya membuat asumsi bahwa pertemuan ini sudah diatur jauh-jauh hari sebelumnya. Sangat naif, jika persoalan pilpres saja harus jauh-jauh dibawa ke Mekah, padahal pelaksanaannya jelas di Indonesia. 

Adakah korelasinya? Politik dan umrah? Atau pilpres dengan Mekah? Saya kira, anak yang baru lulus sekolah dasar-pun paham bahwa umrah adalah ibadah dan pilpres adalah politik dan Mekah adalah salah satu kota suci umat Islam yang jauh dari nuansa buruk kepolitikan, kekuasaan, apalagi dikotori keinginan atau hasrat politik. Alangkah sangat naif, jika ada politisi yang mengungkap di publik, bahwa umrah tersebut terkait dengan kepanikan atau apapun namanya seakan lepas dari dimensi peribadatan itu sendiri.

Yang mengherankan, justru banyak media seperti sengaja membesar-besarkan umrah Ramadan para politisi ini sebagai bentuk "umrah politik" terkait dengan pilpres mendatang. Jangan sampai terkesan ikut-ikutan panik ketika ada tokoh-tokoh yang dianggap "berseberangan" secara politik, bersama-sama menjalankan umrah di bulan Ramadan. 

Bulan Ramadan saja sudah teramat sangat istimewa apalagi ditambah ibadah umrah, lengkaplah keistimewaan di bulan tersebut. Justru yang menjadi tanda tanya besar adalah ada sementara para politisi partai Ka'bah yang tampak alergi disaat saudaranya sesama muslim mengunjungi Ka'bah. Seakan apa saja dapat dimanfaatkan menjadi komoditas politik, termasuk simbol dan kiblat umat Islam yang berada di Mekah.

Nuansa Pilpres sudah sangat kebablasan, tampak tak sehat disana-sini. Politisasi terjadi di semua lini, tak peduli sesuatu itu sakral atau profan. Bulan Ramadan yang semestinya memberikan suasana kekhusyukan beribadah, malah terganggu oleh hingar-bingar kepolitikan yang dibawa-bawa hingga Timur Tengah. Tanggapan soal umrah "politik" kepada para politisi kawakan beserta pasukan parpol pendukungnya, terkesan sangat berlebihan. 

Padahal, kalaupun mereka memang bertemu dalam suasana umrah, berbicara soal politik kebangsaan dalam artian bagaimana agar terjadi perubahan dan perbaikan bagi bangsa ini, justru itu merupakan nilai plus dari suatu ibadah. Ibadah tak lagi dipandang kegiatan privat-individual, tetapi sosial-kebersamaan.

Saya justru mengapresiasi, masih ada para politisi yang peduli terhadap nasib bangsa yang belakangan seringkali abai dari pandangan para penguasa, hanya dimanfaatkan sebatas suaranya menjelang kompetisi politik berlangsung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun