Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Fenomena MCA dan Bentuk "Kegilaan" Beragama

28 Februari 2018   16:30 Diperbarui: 28 Februari 2018   19:08 2308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelaku penyebaran isu provokatif dan ujaran kebencian yang terorganisir dengan nama The Familu Muslim Cyber Army saat rilis di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (28/02/2018). Modus kelompok tersebut ialah menyebar ujaran kebencian dan koten berbau SARA, MCA juga menyebarkan konten berisi virus kepada pihak tertentu yang bisa merusak perangkat si penerima. (MAULANA MAHARDHIKA) | foto.kompas.com

Ketua MUI, KH Ma'ruf Amin juga nampaknya mengeluarkan pernyataan yang cukup "keras" perihal kekacauan yang diakibatkan ulah orang gila ini. "Harus diselidiki mana yang gila benar, apa mana yang nggak, sehingga membuat semua orang ikut 'gila' juga itu. Jadi supaya ditelitilah, diberi penjelasan," ujar Ma'ruf sebagaimana dikutip laman detik.com (28/2/2018).

Kenyataan banyak pihak yang ikut "gila" dalam merespons isu-isu yang semakin liar ini, memang semestinya secara cepat diantisipasi aparat, tidak terkesan tebang-pilih dalam mengambil mana kasus yang dikira "menjual" dan mana yang tidak. Kenyataan soal fenomena "orang gila" ini sudah sangat mengkhawatirkan, hingga salah satu dosen UIII pun diciduk aparat karena menyebarkan informasi hoaks seputar fenomena orang gila ini.

Kekhawatiran Kiai Ma'ruf bukanlah tanpa dasar, karena ini menyangkut keseriusan aparat yang hingga detik ini masih saja belum mengungkap apa maksud dari "kegilaan" yang melatarbelakangi pelaku kekerasan kepada para pemuka agama. Terlebih, ungkapan Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal Moeldoko yakin otak di balik pelaku penyerangan terhadap ulama ini segera terungkap.

Bahkan dengan meyakinkan, dirinya sudah memahami betul modus operandi yang mengatasnamakan orang gila penyerang ulama ini yang dikaitkan dengan peristiwa "ninja" atau "dukun santet" yang sempat ramai pada medio tahun 1990-an. Pada akhirnya, isu "ninja" pun pada akhirnya tak pernah mengungkap dengan jelas, siapa aktor intelektual dibalik pembunuhan para kiai dan ulama yang marak di Pulau Jawa.

Sulit untuk tidak dikatakan, bahwa seluruh rangkaian aksi kekerasan yang dimulai dari ujaran kebencian, fitnah, kebohongan hingga informasi-informasi yang bernuansa provokatif sangat erat kaitannya dengan dunia politik. Pun, ketika terjadi aksi kekerasan yang pada awalnya menyasar para dukun santet yang berimbas pada kiai dan guru ngaji di Jawa Timur, lekat dengan nuansa politik.

Itulah kenapa, kasus ini seakan "malu-malu" terkuak secara nyata didepan publik, karena jelas ada motif-motif politik yang tak mungkin diungkap secara jelas oleh aparat. Ini bukan murni kejadian kriminal biasa, tapi terkait banyak hal, terutama bagaimana para aktor bergerak di belakangnya. Inilah yang kemudian diungkap Direktur Amnesty Internasional, Usman Hamid, sebagai realitas "politik kebencian" yang disponsori oleh aktor negara dan nonnegara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun