Hampir tak ada dalam sebuah sistem demokrasi di negara manapun---termasuk sistem monarki---yang tak ada mahar politik. Seluruh proses politik harus dijalankan dengan uang, bukan popularitas apalagi kekharismatikan seseorang. Itulah kenapa, para politisi termasuk pemerintah ngotot menaikkan dana parpol hingga sepuluh kali lipat, mengingat semakin tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan seorang kontestan yang didukung oleh parpol.Â
Lalu, bagaimana seharusnya cara menekan serendah mungkin biaya-biaya politik, termasuk menghilangkan mahar politik? Tidak ada cara lain, kecuali meningkatkan kesadaran politik kepada masyarakat, melalui pendidikan politik yang baik, dimana politik tidak melulu mengejar "kekuasaan", tetapi juga bagaimana memperteguh  nilai-nilai dan ideologi yang harus diperjuangkan demi kemanusiaan.
Sejauh ini, persaingan dalam hal politik tak ubahnya seperti persaingan dalam dunia usaha, penuh intrik dan hampir berjalan tanpa etika. Dunia kaum elit sangat sulit terjamah oleh rakyat biasa, walaupun kontrol masyarakat secara umum, mampu menguak sedikit persekongkolan-persekongkolan kaum elitis. Dunia kaum elit tetap saja menjadi "rahasia" yang hanya diketahui secara pasti oleh mereka sendiri dan mungkin sebagian para penguasa. Apa yang kita ketahui soal politik dan praktik-praktik para elitnya, hanyalah sisi terluarnya, tak pernah tahu lebih jauh soal apa yang terjadi senyatanya.Â
Deviasi demokrasi seringkali terjadi, bahkan jatuh dalam berbagai praktik oligarki. Tak ada lagi loyalitas dalam hal politik, yang ada soal bagaimana mencari mitra-mitra yang dapat memberikan keuntungan bagi mereka sendiri. Semuanya diukur berdasarkan keuntungan pasar, mana yang menguntungkan, itulah yang akan diusung, diperjual-belikan sebagai produk politik. Deviasi demokrasi sulit dihindari, akibat praktik etis politik tak ada lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H