Saya kira, sesumbar cawagub PDIP, Anton Charliyan untuk menerapkan strategi "super cepat" sebagaimana legenda Sangkuriang dalam memenangkan Pilkada Jabar, tidak lain adalah soal membangun image politik yang pasti terasa berat, mengingat kedua kandidat ini justru muncul tiba-tiba, setelah menyadari, terdapat pertentangan ideologi politik ketika hendak mengusung Ridwan Kamil bersama parpol koalisi lainnya.Â
Bagi saya, ini adalah pertaruhan terbesar PDIP di Pilkada Jabar, setelah sebelumnya kalah ketika mengusung pasangan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki. Jabar memang wilayah potensial, utamanya untuk mendulang suara bagi ajang kontestasi nasional mendatang. PDIP, jelas sangat berkepentingan untuk dapat memenangkan di Pilkada Jabar kali ini, walaupun memang sangat berat melihat dari komposisi kandidat yang telah ada.
Representasi ideologi politik nasionalis lainnya yang sedikit diwarnai oleh "tradisionalisme Islam", mengerucut pada pasangan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi. Keduanya memiliki keterkaitan seni dan budaya yang juga digandrungi kalangan tradisionalisme Islam.Â
Kiprah Deddy Mizwar dalam dunia seni sudah tidak diragukan lagi, karena dirinya mantan aktor kawakan dan perintis sinetron bernafaskan Islam. Tak jauh beda dengan Dedi Mulyadi, yang juga "kreator" dalam akulturasi seni sunda-Islam, sebagaimana ketika dirinya menjadi bupati Purwakarta. Saya kira, para pemilih-pun pada akhirnya akan sama-sama, memilih berdasarkan kecenderungan ideologis: nasionalis, tradisionalisme dan modernisme Islam, dan nasionalisme-Islam yang gandrung akan "mistisisme" agama yang dikaitkan dengan seni dan budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H