Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyulap Alexis Menjadi Hotel Syariah, Kenapa Tidak?

3 November 2017   11:42 Diperbarui: 3 November 2017   15:17 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cerita penutupan Hotel Alexis yang izinnya tak diperpanjang Pemprov DKI Jakarta memang masih menyisakan banyak tanya, terutama pasca penutupan bagaimana solusi terbaik menyangkut nasib para pekerjanya? Lalu apakah lahan dan bangunan yang sudah berdiri itu---jika benar-benar tak berizin- dapat dipakai untuk kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat? 

Penutupan hotel yang diduga menyalahi izin karena diduga terdapat kegiatan "prostitusi terselubung", terkait erat dengan program Anies-Sandi dalam mengembangkan halal tourisme atau wisata syariah yang telah menjadi visi-misi-nya selama masa kampanye gubernur. Wakil Gubernur Jakarta, Saindiaga Uno, nampaknya yang sangat memiliki kepentingan dalam prospek pengangkatan wisata halal Jakarta dengan tujuan mendorong kegiatan ekonomi UMKM di Jakarta.

Riwayat yang hampir tamat soal Alexis, membuat Pemprov DKI bekerja cepat, memanggil BUMD yang bergerak di bidang pariwisata untuk duduk bersama mengkaji berbagai kemungkinan bisnis syariah dalam bentuk halal destination di wilayah Ibu Kota. Konsep bisnis syariah memang menggiurkan, melihat pada jumlah umat muslim yang mayoritas di Indonesia, dan Jakarta adalah tujuan para pelancong yang didominasi umat muslim. Saya kira, konsep halal destinationsudah terlebih dahulu berkembang di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Thailand yang justru berangkat dari cara pandang bisnis yang dapat mengelola keuntungan dari para pengunjung yang beragama Islam.

Sebagaiaman dilansir Koran Tempo (03/11/2017), PT Jakarta Tourisindo (JakTour) menyatakan siap merealisasikan konsep pengembangan bisnis syariah di Jakarta. Persoalannya adalah belum adanya lokasi yang tepat dan strategis untuk dimulai pembangunan hotel syariah di Jakarta, menyusul ditutupnya Hotel Alexis oleh Pemprov DKI.

 JakTour melalui direktur utamanya, Geraard Jeffrey Zacharias Rantung, memastikan akan mendukung upaya visi-misi Anies-Sandi dalam mengembangkan konsep halal tourisme dan halal destinantion di Jakarta, termasuk di dalamnya membangun dan mengelola hotel berbasis syariah. Hotel syariah bukanlah konsep yang baru di Jakarta, karena sebelumnya sudah ada beberapa hotel berbasis syariah yang di kelola pihak swasta.

JakTour memang melirik kawasan Islamic Centre di Koja, Jakarta Utara untuk dijadikan tempat layak percontohan bagi hotel syariah yang akan dibangun atas inisiasi Wakil Gubernur DKI, Sandiaga Uno. Walaupun pihak JakTour belum dapat memastikan, apakah lokasi tersebut milik pemerintah DKI atau bukan. 

Disebutnya Islamic Centre sebagai lokasi percontohan, karena memang lokasi ini menjadi destinasi halal umat muslim, selain sebagai tempat pertemuan kegiatan keagamaan, lokasi yang dulunya merupakan bekas lokalisasi terbesar di Jakarta, juga sebagai pusat kajian budaya Islam dan Betawi. Jika lokalisasi terbesar di DKI Jakarta saja bisa disulap menjadi pusat kajian kebudayaan dan wisata halal, kenapa tidak untuk Alexis yang hanya sebuah hotel?

Saya jadi teringat akan sejarah masa lampau Ka'bah yang saat ini menjadi kiblat seluruh umat muslim sedunia, bahwa sebelum datangnya Islam, Ka'bah selain sebagai destinasi peribadatan yang mengandung unsur-unsur kemaksiatan dan kemusyrikan, juga menjadi tempat persembahan korban yang mereka persembahkan pada tuhan-tuhan mereka. 

Dalam kitab Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam menulis, dimana Abdul Muthalib pernah mengundi kesepuluh anaknya untuk disembelih di depan patung Isaf dan Nailah di sisi bangunan Ka'bah dan undian itu jatuh pada salah satu anaknya yang paling dicintai Abdullah (Ayahanda Nabi Muhammad saw). Peristiwa ini digagalkan oleh kaum Quraisy karena menganggap praktik yang dilakukan Abdul Muthalib tidak berprikemanusiaan. Setelah Islam datang dibawa oleh Nabi Muhammad, berangsur-angsur seluruh berhala yang ada di sekeliling Ka'bah dihancurkan.

Saya kira, cerita diatas dapat menginspirasi, bahwa setiap kemaksiatan pasti selalu ada dalam sejarah kehidupan manusia, namun kemudian persoalan "memberantas" kemaksiatan memang harus diselaraskan dengan dampak positif setelahnya. Berhala-berhala di sekitar Ka'bah bahkan termasuk yang didalamnya, dengan sendirinya runtuh oleh kesadaran setiap orang terhadap cara pandang kemaksiatan yang menyimpang dan salah. Inilah informasi yang terus menerus ditularkan kepada umat oleh Nabi Muhammad, sehingga pemberantasan kemaksiatan yang dilakukan nyaris tanpa terjadi kerugian dan kekerasan. 

Hal ini kemudian dapat dilihat dari pemanfaatan lahan bekas lokalisasi terbesar yang disulap menjadi pusat peradaban Islam Nusantara sebagaimana mewujud dalam bangunan Islamic Center di Jakarta. Bagi saya, menyulap Alexis menjadi hotel syariah bukan suatu kemustahilan, jika memang ada kerjasama yang dapat disepakati antarberbagai pihak.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun