Banyak cerita menarik yang diungkap selama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menjalani kehidupannya di tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Dari soal surat-suratnya yang diungkap ke publik, sisi kepribadiannya yang disebut semakin tenang dan religius hingga soal ungkapan dirinya yang hampir mengkhatamkan kitab suci Al-Quran.Â
Sejauh ini, kehidupan penjara seringkali dikaitkan dengan cerita-cerita "kekerasan" yang seringkali membentuk orang-orang yang dipenjara justru semakin "keras" baik watak dan prilakunya. Hampir jarang dan bahkan sulit ditemukan kehidupan yang lebih tenang dan lebih relijius di dalam penjara, kecuali mereka yang terkena dampak hukuman mati. Hal ini seakan memberikan gambaran, penjara bagi Ahok sekadar "rumah singgah" dimana dirinya merasa lebih tenang, damai dan tentu saja semakin religius.
Meningkatnya sikap religiusitas seseorang, memang seringkali didorong oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mendorong seseorang menjadi semakin religius biasanya ditimpa oleh sebuah peristiwa yang luar biasa menghantam dirinya, sehingga dirinya jelas sadar bahwa peristiwa tersebut semata-mata merupakan ujian dari Tuhan. Bisa saja orang lain melihat bahwa peristiwa yang menimpa itu teramat berat untuk dipikul, tetapi bagi yang merasa itu adalah ujian, justru semakin ringan dan mudah dihadapi. Maka, dipastikan ketika seseorang dengan sadar sepenuhnya bahwa seluruh peristiwa seberat apapun yang harus diterimanya adalah semata-mata ujian, kecondongan pada sikap religius akan semakin menguat.
Ungkapan Ahok kepada sejumlah penulisyang mengunjunginya di Mako Brimob dengan menyebutkan bahwa dirinya hampir khatam membaca Al-Quran, justru bukti nyata soal peningkatan religiusitas dirinya, terlebih yang dibaca adalah sebuah kitab suci. Yang menarik, kenapa ia menyebut "khatam" dalam membaca Al-Quran, bukan "tamat" atau "selesai" membacanya? Pilihan istilah "khatam" memang merujuk pada sebuah diksi yang pemaknaannya erat dengan kitab suci Al-Quran. Sebuah pilihan makna yang benar-benar dipahami oleh seseorang yang terbiasa membaca Al-Quran, karena jika hanya sebatas ungkapan spontanitas saja, tak mungkin dirinya menggunakan istilah "khatam" dalam konteks menyelesaikan pembacaan atas Al-Quran.
Menarik atau tidak bagi anda, saya memiliki keyakinan tersendiri soal khataman Al-Quran versi Ahok yang sengaja diungkapkan ke publik, bahwa kitab suci Al-Quran memiliki kandungan bacaan istimewa bagi Ahok. Jika tak istimewa, tak mungkin dirinya selama 5 bulan ini justru hampir mengkhatamkan Al-Quran, yang terdiri dari lebih 6600 ayat, 114 surat, dan terbagi kedalam 30 juz. Secara tidak langsung, bacaan Ahok terhadap Al-Quran yang hampir khatam, sekaligus bentuk kritik kepada mereka yang mengaku muslim, tetapi belum pernah sama sekali mengkhatamkan kitab sucinya sendiri. Jangankan mengkhatamkan bacaannya, terkadang Al-Quran hanya sebagai "penghias" meja atau lemari yang terpampang tampak baru, karena memang tak pernah dibuka sama sekali. Padahal, sebagai umat muslim saya percaya, membaca Al-Quran adalah ibadah, apalagi mampu memahami isinya, terlebih dapat mengamalkan ajarannya.
Kenapa Ahok tampak antusias terhadap Al-Quran? Sampai dirinya secara tegas menyatakan "hampir khatam?" Bagi saya, ini merupakan alasan bahwa Ahok tak pernah memusuhi Al-Quran, apalagi menistakannya. Bagaimana Al-Quran dinistakan, lha wong Ahok sendiri justru membacanya dan hampir mengkhatamkannya? Anda boleh saja tidak sepakat dengan apa yang saya ungkapkan, namun ini sebuah fakta dari kesaksian para penulis yang mendengar langsung soal khataman Al-Quran versi Ahok. Percaya atau tidak, itu tergantung dari kejujuran hati nurani anda sendiri, dengan membuat sebuah asumsi saja, seandainya seseorang membenci atau sengaja menistakan kitab suci, maka jelas kitab suci itu tak akan pernah disentuh apalagi dibacanya.
Jika memang Ahok sudah hampir mengkhatamkan Al-Quran, berarti jelas dirinya sudah membaca ulang surat Al-Maidah ayat 51 yang justru berada di urutan ke 5, surat dalam Al-Quran. Ayat 51 surat Al-Maidah inilah yang menjadi petaka bagi Ahok sehingga dirinya terpaksa harus berurusan dengan hukum, karena dituduh menistakan agama Islam dan Al-Quran. Pembacaan kembali terhadap surat al-Maidah ayat 51, bisa saja memberikan pemahaman tersendiri pada akhirnya bagi Ahok, bahwa memotong-motong ayat dalam kitab suci, terlebih untuk tujuan kepentingan "syahwat politik" jelas merupakan penistaan dan berlaku bagi siapa saja, baik itu muslim maupun non-muslim. Jadi, bisa saja ini mengandung pesan, jangan mencampur-adukkan urusan agama dengan politik, terlebih agama menjadi "barang dagangan" bagi kepentingan kekuasaan, jika tidak ingin menuai petaka.
Pada akhirnya, jika Ahok memang berhasil mengkhatamkan Al-Quran dalam waktu dekat, tak ada salahnya jika kemudian dibuat acara "khotmil-Quran", bisa diinisiasi pihak Mako Brimob atau kolega lainnya yang berada dalam tahanan. Walaupun saya tidak tahu, apakah Al-Quran yang dikhatamkan oleh Ahok dibaca setiap kalinya dengan melafalkan bahasa Arab atau sekadar terjemahannya. Namun demikian, membaca terjemahannya karena tak mampu membaca teks arabnya, adalah sebuah aktifitas religius yang perlu diapresiasi.Â
Kitab Al-Quran jelas berbahasa Arab dan memiliki keseragaman di seluruh dunia yang tak ada perbedaan sedikitpun, bahkan hingga titik maupun komanya. Inilah yang kemudian secara filologis, Al-Quran dinyatakan sebagai kitab suci yang paling otentik dan orisinil dari sejak diturunkannya lebih dari 15 abad yang lalu. Terjemahannya, jelas berbeda, karena jika dialihbahasakan sudah bukan lagi Al-Quran tetapi terjemahan Al-Quran. Sukses Pak Ahok yang hampir khatam Al-Quran, saya sendiri sudah lama gak khatam-khatam. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H