Kecenderungan besar terhadap Islamofobia  AS yang menganggap Jenderal TNI ada kedekatan dengan pihak-pihak "radikalisme-ekstimisme" justru telah merugikan mereka sendiri, karena AS tidak melihat bahwa Gatot adalah Panglima TNI yang juga pejabat resmi negara RI. Jabatan resmi yang melekat pada diri Gatot barangkali luput dari pantauan otoritas AS, dan kemudian dengan sangat terburu-buru dan sembrono, menganggap sang Jenderal adalah salah satu ikon muslim "garis keras" yang sudah seharusnya dilarang memasuki wilayah otoritas AS.
Saya kira, walau bagaimanapun, pihak Kedubes AS di Indonesia sudah seharusnya secara cepat merespon dan mengklarifikasi ada apa di balik pelarangan Jenderal Gatot untuk berkunjung ke AS. Membuka alasan yang sebenarnya, tanpa ditutup-tutupi atau dibuat alasan-alasan lain yang terkesan "normatif" sekadar menutupi kelalaian yang lebih besar, justru sikap naif yang tidak mencerminkan sebagai sebuah negara demokratis yang dibanggakan dunia.Â
Meskipun banyak pihak yang menilai, jangan-jangan Jenderal Gatot dianggap memiliki kedekatan dengan kalangan muslim "garis keras" oleh AS, sehingga jatuhlah pelarangan atas dirinya. Lagi-lagi perlu ditegaskan, Indonesia bukanlah "negeri teroris" sebagaimana larangan ketat AS terhadap negara-negara lain yang dianggap mensponsori terorisme. Perlu kiranya AS melalui Kedubesnya di Jakarta, secara jelas menjelaskan kepada publik seterang-terangnya, jika tidak, berlaku seperti diungkapkan Hikmahanto, kemungkinan pengusiran atau persona non grata pada diplomat AS yang berada di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI