Presiden nampaknya hanya melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait soal isu ini dan menjalankan serangkaian pertemuan kabinet tidak menyentuh pada aspek kebijakan politik apapun, selain intruksi dirinya agar para bawahannya tidak berbuat gaduh. Terlepas dari adanya "kepentingan bisnis" soal isu pembelian senjata ini, namun lagi-lagi, isu senjata merupakan isu paling krusial yang tak bisa hanya diselesaikan oleh kebijakan "ganti menteri". Presiden Jokowi nampak sangat berhati-hati "meredakan" kegaduhan soal isu senjata ini, cenderung membiarkan institusi terkait menyelesaikan masalahnya sendiri.
Sulit untuk tidak mengatakan bahwa era Presiden Jokowi adalah era kegaduhan yang berasal dari dalam kabinetnya sendiri. Maju mundurnya sebuah sistem demokrasi, barangkali dapat diukur melalui tingkat stabilitas pemerintahannya yang fokus dalam setiap pekerjaannya sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing. Alih-alih fokus terhadap kerja dan kerja, Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK malah terjerembab menjadi "kabinet gaduh" yang tak pernah sepi dari beragam konflik dan kontroversi yang muncul dari masing-masing individu menterinya.
Entah apa karena mereka kurang "profesional" atau karena ada tarik-menarik berbagai kepentingan politik di dalamnya. Saya kira, bekerja dalam suasana kegaduhan, tentu saja akan sulit fokus, bahkan yang terjadi malah polarisasi kepentingan, kubu-kubuan yang tak mungkin mewujud dalam suasana kerja yang baik dan profesional. Jadi, jika Presiden ingin para menterinya fokus bekerja, selesaikan secara arif berbagai kegaduhan yang ada, jangan ditunda-tunda. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H