Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kasus First Travel dan Umrah Pengabdi Setan

22 Agustus 2017   11:54 Diperbarui: 22 Agustus 2017   12:03 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Heboh berita mengenai agen perjalanan Umroh, First Travel tidak hanya menunjukkan bahwa prilaku korupsi tidak saja berada pada aspek kerugian keuangan negara, namun merambah ke soal ibadah yang erat kaitannya dengan agama. Almarhum KH Mustofa Yaqub, pernah menulis tentang "Haji Pengabdi Setan" yang mensinyalir ibadah sebatas plesiran dan menghambur-hamburkan uang, bukan diniatkan semata-mata mengharap ridho Tuhan.

Barangkali tak ada salahnya, jika para calon jamaah yang kemudian tertipu agen perjalanan Umroh First Travel, justru tak jauh berbeda memburu "plesiran" ke Tanah Suci dengan biaya sangat murah. Animo umat muslim Indonesia untuk pergi Umroh memang selalu meningkat hampir 100 ribu orang setiap tahunnya. Inilah barangkali yang menjadi peluang bisnis menggiurkan agen-agen perjalanan Umroh, termasuk First Travel yang banting harga secara jor-joran.

Fenomena First Travel seakan memberikan gambaran, beginilah ketika ibadah dibisniskan. Bukan ekspektasi kebaikan beribadah yang didapatkan, malah nilai-nilai suci itu tergerus lebur bersama kemarahan dan kerugian "nilai ekonomis" ribuan calon jamaahnya yang justru tertipu. Ibadah yang semestinya sakral, penuh ketaatan dan ketulusan semata ingin mengharapkan pahala, meluncur drastis menjadi praktik bernilai profan, memburu berbagai keuntungan ekonomis yang tidak saja bagi pengelola bisnisnya, tetapi juga para pengguna jasanya.

Jika sudah terjadi seperti ini, lalu siapa yang disalahkan? Saya kira, tawaran umrah yang begitu murah semestinya juga dicurigai oleh masyarakat, bukan justru diburu demi kenikmatan sesaat. Ibadah umrah murah yang diburu masyarakat, bukan semata-mata karena soal antrian haji yang panjang, tetapi soal nafsu dan ambisi untuk datang ke Tanah Suci.

Berkunjung ke Tanah Suci itu adalah "seruan" bukan sekadar kewajiban yang harus dilaksanakan. Tuhan menyeru kepada seluruh umat manusia untuk berkunjung ke Baitullah, untuk berhaji dan umrah. Prinsip "seruan" tentu saja bisa bermakna "panggilan" yang tidak hanya didengarkan tetapi juga diresapi oleh hati yang tulus dan ikhlas.

Sama halnya dengan panggilan adzan ketika sholat, tidak semua umat muslim segera melakukannya, karena hanya "yang terpanggil" yang bergegas menunaikannya. "Dan serulah kepada manusia untuk berziarah ke Mekkah (haji atau umrah)" (Q.S. Alhajj: 27). Jelas dalam ayat ini konteksnya adalah "seruan" yang tentu saja berimplikasi kepada kepasrahan dan kesadaran yang tulus akan esensi sebuah "pamggilan" dari Tuhan.

Prinsip ibadah memang sudah semestinya tidak bercampur dengan hal apapun, termasuk hal-hal yang bersifat materi, karena disitulah sesungguhnya nilai keikhlasan yang bernilai lebih di mata Tuhan. Bukan berarti kita lalu berharap gratis untuk berhaji atau umrah, namun semata-mata sejumlah materi yang kita keluarkan untuk biaya perjalanan hanyalah sisi pengurbanan kita dalam menyikapi nilai-nilai sakral peribadatan.

Bahkan sering kita mendengar banyak cerita, tanpa harus mengeluarkan biaya sedikitpun, ada saja orang-orang tertentu yang memang mendengar "panggilan" Tuhan, mendatanginya dan mengharap keridoan-Nya, berhaji dan umrah semata-mata karena mereka ikhlas menerima "seruan" Tuhan.

Kritik atas fenomena haji dan umrah yang dilakukan Kiai Ya'qub memang sangat mengena, karena beliau memandang sejauh ini, haji dan umrah selalu dinilai sebagai ibadah terpenting, padahal masih banyak ibadah-ibadah lainnya yang terbengkalai. Saya kira, jumlah ribuan calon jamaah Umrah First Travel yang dirugikan, menunjukkan betapa ibadah ini justru menjadi begitu dipentingkan, dibanding ibadah-ibadah lainnya padahal lebih bernilai kemanfaatan secara sosial. Mereka tergiur oleh biaya murah, dan bisa saja berkali-kali melakukan umrah. Nilai keekonomian yang murah justru mendorong mereka beribadah, bukan karena "seruan" dari Tuhan Yang Maha Suci.

Dalam salah satu tulisannya, Kiai Ya'qub menyebutkan, bahwa "Apabila motivasi ini---karena nilai keekonomian yang murah---yang mendorong kita untuk haji maupun umrah, berarti ibadah kita bukan karena Allah, tetapi karena Setan". Setan memang pintar menggoda manusia, dari banyak sisi dan bahkan tanpa disadari sedikitpun. Setan dalam hal ini memang tidak akan berhasil menggoda umat muslim meminum khamr, tetapi dia menggoda manusia untuk beribadah bukan karena Allah, tetapi karena motivasi atau dorongan lain.

Seharusnya, ketika kita berniat beribadah, mensucikan hati dan pikiran kita, tidak mungkin tergoda oleh harga murah yang ditawarkan First Travel. Kita seharusnya jeli dan patut curiga atau bila perlu menolak jika ibadah dihargai dengan sangat murah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun