Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Apa Kabar Kasus Novel?

15 Mei 2017   22:25 Diperbarui: 16 Mei 2017   11:00 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publik bisa saja terheran-heran karena kasus Novel Baswedan yang saat ini sudah lebih dari satu bulan ternyata belum juga menemukan titik terang, mengenai siapa sebenarnya pelaku biadab yang telah menyiramkan air keras kepadanya. Novel saat ini masih berupaya tegar untuk penyembuhan dirinya di salah satu rumah sakit di Singapura, tanpa ada kejelasan dari pihak kepolisian, siapa pelaku kejahatan yang sebenarnya. Jujur saja, lamanya proses hukum dalam kasus Novel telah membuat publik berspekulasi: benarkah kasus Novel ini berkait dengan kasus KTP-el? Ataukah memang terkait hal lain dari kasus ini sehingga aparat kesulitan mengungkap pelakunya? Ataukah jangan-jangan ini hanya sekedar pengalihan isu dari sebuah isu yang lebih besar? Atau jangan-jangan ini terkait dengan konflik internal di kepolisian karena Novel dianggap penyidik yang selalu vokal dan tak kenal kompromi dengan pihak manapun? Terlalu lama kasus ini tak terungkap akan menambah sumir soal kejelasan kasus ini, bahwa jangan-jangan ada rekayasa dibalik aksi kekerasan yang sengaja dilakukan untuk membungkam bahkan menon-aktifkan Novel dari kegiatan penyidikan.

Hal inilah kemudian yang mendorong Direktur Ekesekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid, agar kasus yang menimpa Novel mendapatkan kejelasan dari pihak kepolisian. Bahkan dengan nada agak pesimis, Usman menyatakan jika kendala yang menimpa pihak aparat terus ditutup-tutupi bisa saja mengindikasikan ada masalah politis dalam soal penanganan kasus Novel ini. Bagi saya, jika terkait kendala teknis terlebih hanya untuk mengungkap sebuah kasus yang sederhana: mencari pelaku dan menguak latar belakang motifnya adalah hal yang sangat mudah bagi aparat. Sebab, seluruh perangkat investigasi yang serba canggih pasti sudah dimiliki pihak kepolisian dan tools-tools tersebut mudah saja digunakan untuk mengungkap setiap aksi kejahatan. Namun tidak demikian ketika yang terjadi adalah kendala politis, karena pasti yang harus diungkap ke publik ketika mempunyai “muatan politis” tidak akan segamblang dan sejelas sebagaimana harapan publik.

Tuntutan publik yang begitu besar dengan menaruh harapan kepada pihak kepolisian untuk mengungkap ada apa dibalik kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK ini, tentu juga berkait dengan pertaruhan kredibilitas kepolisian di mata publik yang belakangan justru benar-benar sedang dipersepsikan “kurang baik” akibat berbagai kasus yang “terkesan” tebang pilih. Sebut saja , misalnya kepolisian mendapat kritik dari MUI karena berbagai aksi pro-Ahok yang digelar melewati batas jam berdemonstrasi hingga larut malam, padahal berdasarkan kenyataan dimana demo-demo anti-Ahok sebelumnya selalu diberi ultimatum agar tidak melewati batas waktu berdemonstrasi. Kecenderungan “tebang-pilih” yang dijalankan aparat justru akan mengurangi rasa kepercayaan publik yang pada akhirnya justru berdampak langsung terhadap mundurnya penegakkan hukum.

Asumsi saya, pengungkapan kasus Novel Baswedan secara terang benderang kepada publik memiliki arti yang sangat penting dan bahkan mendesak, karena hal ini menyangkut soal pemberantasan korupsi yang tengah akut di negeri ini. Pengungkapan kasus mega korupsi KTP-el seakan tersendat dan kurang “bertaji” disaat penyidik utamanya, Novel justru belum bisa berbuat apa-apa karena sakit yang sedang dideritanya akibat ulah mereka yang jelas-jelas melakukan teror terhadap segala upaya kuat mengungkap berbagai kasus korupsi. Terlepas dari keterlibatan “orang-orang besar” dalam berbagai kasus korupsi yang menggerogoti kekayaan negara ini, bahwa praktek korupsi pada kenyataannya telah merusak kehidupan bangsa dan negara secara sistemik, sehingga jika terus dibiarkan tinggal tunggu saja saatnya negeri ini tumbang karena korupsi yang membudaya.

Kesulitan dalam mengungkap siapa yang melakukan perbuatan keji kepada Novel—entah karena kendala teknis ataupun politis—membuat publik menginisiasi agar Presiden Jokowi membentuk saja tim independen yang benar-benar mencerminkan tim yang “bebas” dari berbagai anasir “kepentingan politis” sehingga dapat lebih menjamin terungkapnya kasus Novel secara lebih jernih dan dipercaya. Bagi saya, pengungkapan soal siapa yang telah melakukan teror kepada Novel akan terkait dengan banyak hal, tidak hanya soal pemberantasan korupsi, namun juga akan membuka lebih jauh soal bagaimana hubungan internal antara KPK di satu sisi dan aparat penegak hukum pada sisi yang lainnya. Sejauh ini, memang rasanya selalu terjadi “salip-menyalip” soal pengungkapan korupsi yang dilakukan pihak kepolisian dengan KPK, terutama ketika tim Saber Pungli dibentuk beberapa waktu yang lalu. Masing-masing dari lembaga ini seakan ingin menunjukkan “kepiawaiannya” dalam upaya mengungkap berbagai kasus korupsi di negeri ini.

Hampir-hampir kasus yang menimpa Novel Baswedan ini, tenggelam bersamaan dengan kasus lainnya yang lebih banyak mencuri perhatian publik, soal vonis Ahok dan diburunya Rizieq Sihab oleh aparat karena selalu mangkir dari setiap pemanggilan untuk keperluan penyidikan. Hal ini seakan menunjukkan begitu besarnya isu-isu seputar Ahok-Rizieq dan betapa mendesaknya kasus ini diselesaikan, padahal seluruh kasus yang mencuri perhatian publik ini tidak begitu memerlukan kejelasan terlebih “mendesak” untuk diselesaikan dibanding kasus Novel yang mulai terkatung-katung lebih dari satu bulan yang masih begitu-begitu saja. Untung saja pegiat hukum dan HAM, Usman Hamid sepertinya terus menyuarakan agar kasus yang menimpa Novel ini segera diselesaikan agar tidak menjadi “bola liar” ditengah masyarakat.

Lalu, pertanyaan kita seharusnya tetap pada soal: apakabar kasus Novel? Sudah sejauh mana penyelidikan aparat tentang kasus ini? Seberapa cepat aparat mengungkap kasus ini? Satu bulan? Dua bulan? Tiga bulan? Kendala apa sesungguhnya yang mengganjal aparat kepolisian dalam mengungkap kasus Novel hingga sedemikian sulitnya? Publik tentunya akan tetap mempertanyakan agar kasus ini tidak “masuk angin” tergerus oleh kasus-kasus besar lainnya dan pada akhirnya kasus Novel justru malah “tereduksi” sebagaimana kasus wartawan Bernas Udin yang dibunuh tanpa mendapat kejelasan siapa sebenarnya dalang pembunuhan Udin. Posisi Udin sebagai jurnalis yang giat melaporkan kegiatan korupsi di daerahnya, justru berakhir dengan tragis, dibunuh dan pelaku pembunuhan dalam kasus Udin hanyalah sekedar kambing hitam untuk tidak mempeti-eskan kasus ini ditengah tuntutan masyarakat yang begitu besar.

Saya kira, sejauh ini publik masih menyimpan harapan besar kepada pihak kepolisian untuk segera mengungkap kasus penyiraman air keras kepada Novel, soal siapa dan apa sebenarnya motif yang melatarbelakangi penyiraman tersebut. Jika berlarut-larut dalam pengungkapannya, publik justru akan membangun asumsi sendiri-sendiri tentang adanya rekayasa dalam kasus yang menimpa Novel Baswedan ini sehingga persepsi publik justru menganggap aparat kurang serius dalam memperhatikan kasus ini. Jangan sampai kemudian muncul persepsi yang menganggap Novel memang sengaja “diistirahatkan” karena dirinya dinilai “berbahaya” ketika mengungkap lebih jauh soal kasus-kasus korupsi yang akan membuka kedok para petinggi negara bahkan mencoreng institusi negara tersebut. Publik pasti tetap mendukung Novel bukan karena dia adalah bagian dari KPK, tetapi karena kegigihannya yang kuat dan tanpa takut untuk memberantas korupsi di negeri ini. Mengungkap sejelasnya kasus ini, pasti akan meyakinkan publik terhadap profesionalitas aparat penegak hukum dan membangkitkan kepercayaan publik yang besar terhadap penegakkan hukum itu sendiri yang adil, jujur dan tanpa “memihak”.

Wallahu a'lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun