Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mempertanyakan Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi

29 November 2016   11:55 Diperbarui: 29 November 2016   12:07 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang dilakukan Suu Kyi justru lebih nyaman bersembunyi dibalik kursi kekuasaannya dan enggan melakukan langkah tak populer melawan tirani kekuasaan yang saat ini dijalankan militer. Disinilah saya kira, peran Aung San Suu Kyi yang telah merontokkan seluruh nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan yang sejauh ini digembar-gemborkan oleh dirinya sendiri ketika melawan kekuatan tirani Junta Militer. Yang lebih mengherankan, bahwa pemerintah Myanmar justru menolak memberikan status kewarganegaraan kepada etnis Rohingya yang sejak 15 abad yang lalu telah tinggal di Myanmar. Bahkan, yang lebih menyakitkan, masyarakat Budha disana menyebut minoritas muslim Rohingya sebagai imigran ilegal asal Bangladesh yang tidak diakui keberadaannya.

Bagi saya, tanpa harus merujuk kepada Konvensi Intenasional HAM yang menyepakati dasar-dasar penegakkan, perlindungan, pengakuan dan pemajuan hak-hak asasi manusia, menyebarkan kedamaian terlebih ditengah kesewenang-wenangan tirani manusia atas manusia menjadi “suara bersama” yang senantiasa harus dikedepankan, apalagi tentunya melekat pada diri seseorang yang diganjar sebuah Nobel Perdamaian. Penilaian terhadap sesorang yang layak mendapatkan Nobel “Perdamaian—seperti yang diterima Suu Kyi—bukanlah sesuatu yang mudah dan bukan berdasarkan dorongan “kepentingan” pihak-pihak tertentu. Tentunya, nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian dan penggagas demokratisasi melekat pada diri Suu Kyi yang dilihat oleh lembaga pemberi nobel sebagai bentuk perjuangan kemanusiaan. Lalu, jika kemudian kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan dan pengusiran yang terjadi di wilayah Suu Kyi justru tinggal justru tetap ada dan dibiarkan, masihkah pantas dia disebut sebagai penerima Nobel Perdamaian?

Wallahu a'lam bisshawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun