Beres kan? Tidak ada lagi drama salah paham. Tapi kalau seperti itu, mana bisa media mendapat klik berjuta-juta? Ah, jangan lupa, clickbait adalah bumbu kehidupan digital. Tanpa clickbait, netizen kehilangan alasan untuk ngamuk berjamaah.
Asumsi Adalah Hak Segala Bangsa
Di negeri ini, berasumsi tanpa data bukan lagi kesalahan, melainkan hak asasi. Bahkan, semakin ngawur asumsimu, semakin tinggi kasta komentarmu. Ini adalah hukum rimba dunia maya: siapa cepat, dia yang paling didengar, meski salah total.
Buktinya? Kolom komentar di berita Megawati itu penuh dengan komentar heroik seperti:
-
"Jangan iri sama prestasi orang lain!"
"Mega tetap di hati, biarkan anjing menggonggong!"
"Media selalu cari sensasi, dasar provokator!"
Padahal yang provokator bukan isi berita, tapi imajinasi mereka sendiri. Ironis? Tidak bagi mereka, karena logika netizen itu sederhana: "Kalau saya sudah komentar, berarti saya benar."
Tangkapan layar komentar netizen. (Dokumen pribadi)

Netizen: Pahlawan Tanpa Bacaan
Kita harus akui, netizen seperti ini adalah pahlawan zaman now. Mereka rela mengorbankan waktu berharga demi menjaga kehormatan orang yang bahkan mungkin tidak tahu mereka ada. Siapa lagi yang mau berjibaku di kolom komentar, melawan "musuh imajiner" yang tercipta karena gagal memahami konteks?
Bayangkan kalau semangat ini diterapkan ke dunia nyata:
Polisi: "Anda tahu kenapa kami tilang Anda?"
Netizen: "Nggak usah jelasin, Pak. Saya sudah tahu dari judul spanduk peraturan!"