Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Radio AM, Sudah Almarhum atau Bisa Dihidupkan Lagi?

3 Februari 2025   11:36 Diperbarui: 3 Februari 2025   11:36 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Radio AM. (Sumber:  ANTARA/Ari Bowo Sucipto) 

Dulu, radio AM itu raja. Mau dengar berita? AM. Mau dengerin lagu? AM. Mau tahu gosip seleb zaman dulu? Ya AM juga. Tapi sekarang? Sepi, bro. Kayak rumah kosong di ujung gang. Stasiun radio pindah ke FM semua, meninggalkan AM sendirian, duduk di pojokan, ngunyah kerupuk sambil mikirin nasib.

Banyak yang bilang, "Ya udah lah, biarin aja. FM lebih jernih, lebih asik, nggak ada suara kresek-kresek kayak radio zaman kakek." Oke, kita setuju, FM memang lebih enak di kuping. Tapi masalahnya, karena semua orang pindah ke FM, kanalnya makin sempit. Udah kayak jalanan di Jakarta pas jam pulang kerja---sesak, padat, susah gerak.

Sementara itu, AM? Kosong melompong. Gimana nggak miris? Dulu jadi primadona, sekarang malah kayak mantan yang dilupakan. Tapi sebelum kita bikin tahlilan buat AM, mungkin ada baiknya kita pikirin lagi: emang nggak bisa diselamatin?

Sebenarnya ada cara buat bikin AM jadi keren lagi. Salah satunya pakai teknologi Digital Radio Mondiale (DRM). Ini kayak kasih skincare ke AM biar tampil lebih fresh. Dengan DRM, suara AM bisa sejernih FM, bahkan lebih stabil. Udah nggak ada lagi suara "srek-srek" yang bikin kuping gatal. Beberapa negara kayak India dan Brasil udah nyobain, dan hasilnya lumayan oke.

Radio DRM. (Sumber: Drm.org)
Radio DRM. (Sumber: Drm.org)

Tapi ya, ada tantangannya juga. Radio yang bisa nangkep sinyal DRM belum banyak, dan butuh investasi buat ngubah sistemnya. Ini kayak ngajak orang beralih dari TV tabung ke smart TV---perlu waktu dan niat. Kalau nggak ada dorongan yang cukup, ya bakal mandek di tengah jalan.

Kalau ternyata nggak ada yang minat "ngeremajakan" AM, ya jangan dibiarkan terbengkalai gitu aja. Bisa dialihfungsikan buat sistem peringatan bencana. AM itu jangkauannya luas banget, jadi bisa jadi andalan buat kasih tahu warga kalau ada tsunami, gempa, atau peringatan penting lainnya. Jepang sama Amerika udah lama pakai AM buat sistem peringatan darurat mereka.

Atau kalau mau lebih modern, AM bisa dipakai buat komunikasi Internet of Things (IoT). Jadi, bukannya cuma buat lagu nostalgia, tapi juga bisa buat jaringan komunikasi smart city atau pertanian pintar. Bisa kebayang, kan? AM yang dulu dianggap ketinggalan zaman, malah jadi tulang punggung teknologi masa depan.

Jadi intinya, jangan buru-buru anggap AM udah almarhum. Kalau bisa diremajakan, kenapa enggak? Kalau memang nggak bisa dipake buat siaran lagi, setidaknya manfaatkan buat sesuatu yang berguna. Daripada dibiarkan kosong kayak stadion yang nggak pernah dipakai, mending dipikirin cara biar tetap berguna. Karena, hey, sesuatu yang lama bukan berarti nggak berharga---bisa jadi, kita cuma belum tahu cara terbaik buat memanfaatkannya lagi!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun