Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perubahan Terminologi dalam Pendidikan Indonesia: Murid, Siswa, atau Peserta Didik?

31 Januari 2025   19:15 Diperbarui: 31 Januari 2025   19:15 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendikdasmen, Abdul Mu'ti di Surabaya, Sabtu (25/1/2025). (Sumber: Kompas.com/Andhi Dwi)

Perubahan terminologi dalam dunia pendidikan Indonesia bukan sekadar pergantian istilah, melainkan mencerminkan pergeseran filosofi dan pendekatan dalam sistem pendidikan. Dalam beberapa dekade terakhir, kita telah menyaksikan peralihan dari istilah "murid" ke "siswa", kemudian ke "peserta didik", dan kini kembali ke "murid". Pergantian ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah perubahan ini sekadar kebijakan administratif, ataukah memiliki makna yang lebih dalam dalam konteks pendidikan nasional?

Sejarah dan Makna Istilah

Secara historis, istilah "murid" berasal dari bahasa Arab "murd" yang berarti "orang yang memiliki kemauan kuat untuk belajar". Kata ini telah lama digunakan dalam pendidikan tradisional, khususnya di lingkungan pesantren dan madrasah. Istilah ini menekankan aspek motivasi intrinsik dalam proses belajar-mengajar.

Kemudian, pada abad ke-20, seiring dengan modernisasi sistem pendidikan di Indonesia, istilah "siswa" mulai digunakan secara luas. Kata ini berasal dari bahasa Sanskerta "siya", yang berarti "orang yang diajar". Penggunaan istilah ini lebih menekankan posisi individu sebagai penerima pendidikan dalam sistem formal. Dengan kata lain, konsep "siswa" lebih menggambarkan pendekatan pedagogis yang menempatkan guru sebagai sumber utama ilmu pengetahuan.

Pada awal abad ke-21, pemerintah memperkenalkan istilah "peserta didik" dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Istilah ini digunakan untuk menggantikan "siswa" dalam dokumen-dokumen resmi, mencerminkan pendekatan yang lebih inklusif. "Peserta didik" tidak hanya merujuk pada individu dalam sistem pendidikan formal, tetapi juga mencakup mereka yang mengikuti pendidikan nonformal dan informal. Perubahan ini menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal penerimaan ilmu, tetapi juga keterlibatan aktif individu dalam proses pembelajaran.

Kini, kebijakan terbaru menunjukkan kembalinya istilah "murid" dalam beberapa aspek sistem pendidikan, seperti penggantian "Penerimaan Peserta Didik Baru" (PPDB) menjadi "Sistem Penerimaan Murid Baru" (SPMB). Hal ini menimbulkan perdebatan mengenai urgensi dan dampaknya terhadap dunia pendidikan.

Implikasi Perubahan Terminologi

Pergantian istilah dalam pendidikan bukan sekadar masalah nomenklatur, tetapi juga memiliki dampak terhadap pemahaman, praktik, dan kebijakan pendidikan. Setiap istilah mencerminkan filosofi tertentu mengenai peran individu dalam proses belajar-mengajar.

Pertama, istilah "murid" menekankan aspek individual dan motivasi internal dalam pendidikan. Penggunaan kembali istilah ini mungkin bertujuan untuk mengembalikan semangat belajar yang lebih berbasis pada keinginan pribadi. Namun, istilah ini juga dapat dianggap kurang mencerminkan realitas pendidikan modern yang lebih sistematis dan berbasis kurikulum.

Kedua, istilah "siswa" yang telah lama digunakan dalam sistem pendidikan formal mengisyaratkan struktur hierarkis di mana peserta didik ditempatkan sebagai penerima ilmu pengetahuan dari guru. Pendekatan ini cukup efektif dalam konteks pendidikan yang lebih berorientasi pada hasil akademis dan penguasaan materi ajar. Namun, istilah ini kurang mencerminkan peran aktif peserta didik dalam pembelajaran.

Ketiga, istilah "peserta didik" yang diperkenalkan dalam kebijakan pendidikan modern memiliki cakupan yang lebih luas dan menekankan pada peran aktif individu dalam proses pendidikan. Pendekatan ini sejalan dengan konsep pendidikan berbasis kompetensi dan student-centered learning yang banyak diterapkan dalam sistem pendidikan global. Namun, istilah ini sering dianggap terlalu teknis dan kurang akrab di kalangan masyarakat umum.

Membedah Urgensi Perubahan

Pertanyaan yang muncul adalah, sejauh mana urgensi perubahan ini dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia? Apakah pergantian istilah ini akan memberikan dampak nyata terhadap efektivitas proses belajar-mengajar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun