Kertas Struk ATM: Mesin Kecil, Dampak Besar pada Bumi
Sejujurnya, saya terinspirasi untuk menulis ini setelah mengalami "momen ATM". Anda tahu, saat kita berdiri di depan mesin, mengambil uang, lalu kertas struk keluar tanpa diminta, seperti tamu tak diundang yang langsung bikin sampah. Tapi tunggu dulu, ini bukan soal kepraktisan semata, melainkan soal keberlanjutan dan akal sehat!
Kawan-kawan, mari kita hadapi fakta: kertas struk ATM adalah contoh nyata "kenyamanan instan yang berdampak buruk". Mesin-mesin ini memuntahkan kertas tanpa ampun, dan ironisnya, banyak dari struk ini hanya berakhir di tempat sampah dalam hitungan detik. Apakah ini benar-benar perlu?
Struk ATM: Mesin Tanpa Pilihan?
Masalahnya bukan hanya kita sebagai pengguna, tetapi juga operator ATM. Banyak ATM di Indonesia tidak menyediakan opsi untuk tidak mencetak struk. Begitu transaksi selesai, mesin langsung mengeluarkan kertas, tak peduli apakah Anda butuh atau tidak.
Lebih buruk lagi, ada ATM yang justru mematikan fungsinya jika persediaan kertas habis. Mesin ini seolah berkata, "Kalau aku nggak bisa mencetak struk, lebih baik aku mati!" Tragis, bukan? Padahal, alternatif digital sudah tersedia di berbagai negara. Beberapa ATM luar negeri, misalnya, bahkan memaksa kita memilih: "Cetak Struk" atau "Lanjutkan Tanpa Struk". Ini memberikan kontrol kepada pengguna sekaligus mendukung keberlanjutan.
Apa yang Salah dengan Kertas Struk?
Mari kita bicara dampak. Pembuatan kertas struk bukan perkara sepele. Dibutuhkan pohon, air, energi, dan proses kimia yang menghasilkan emisi karbon. Kertas struk ATM sering kali dibuat dari kertas termal, yang mengandung Bisphenol A (BPA), senyawa kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
Kertas ini sulit didaur ulang, sehingga hampir pasti berakhir di tempat pembuangan akhir atau lebih parah, berserakan di jalanan. Jadi, apa kita rela pohon-pohon ditebang dan lingkungan tercemar hanya untuk selembar kertas yang bahkan sering kali tidak kita baca?
Apa Solusinya?