Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghidupkan Simbol, Menjaga Makna: Pakaian Adat di Tengah Arus Modernitas

18 Januari 2025   05:21 Diperbarui: 18 Januari 2025   05:21 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi simbol dan makna. (Sumber: Programmerhumor.io)

Komersialisasi pakaian adat juga menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia membantu memperkenalkan budaya kepada khalayak yang lebih luas. Namun di sisi lain, produksi massal sering kali mengabaikan nilai filosofis yang terkandung dalam pakaian adat. Produk yang dihasilkan menjadi barang konsumsi belaka, kehilangan elemen tradisional yang membuatnya istimewa.

Menjaga Simbol Tetap Bermakna

Jadi, bagaimana cara kita menjaga agar simbol ini tetap bermakna? Ada beberapa langkah strategis yang dapat diambil:

  1. Edukasi Lintas Generasi: Sama seperti bahasa, pakaian adat juga harus diajarkan kepada generasi muda. Sekolah dan komunitas lokal dapat mengintegrasikan pelajaran tentang filosofi pakaian adat ke dalam kurikulum budaya. Pelatihan pembuatan pakaian tradisional bisa menjadi cara untuk mengajarkan makna mendalam di balik setiap lipatan kain.

  2. Integrasi dengan Kehidupan Modern: Pakaian adat harus relevan dengan kehidupan modern tanpa kehilangan nilai tradisionalnya. Misalnya, desainer muda dapat menciptakan variasi pakaian adat yang tetap mempertahankan elemen filosofis tetapi cocok digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Narasi yang Hidup: Simbol hanya bermakna jika ada cerita yang mendukungnya. Generasi tua memiliki tanggung jawab untuk terus menceritakan filosofi di balik pakaian adat kepada generasi muda. Sama seperti "dua jari" dalam kartun yang harus dijelaskan dalam konteks logika biner, tanjak atau kebaya juga memerlukan narasi yang menjadikannya bermakna.

  4. Media Sosial sebagai Alat Pelestarian: Di era digital, media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk mempromosikan pakaian adat. Video pendek yang menjelaskan filosofi di balik pakaian tradisional dapat membantu generasi muda memahami dan menghargai simbol ini.

Menjembatani Tradisi dan Modernitas

Pakaian adat adalah jembatan antara masa lalu dan masa kini. Ia adalah simbol kebanggaan yang menghubungkan kita dengan leluhur, sekaligus pengingat akan tanggung jawab kita untuk melestarikan nilai-nilai budaya. Sama seperti kartun programmer yang lucu, pakaian adat mengajarkan kita bahwa simbol hanya bermakna jika dipahami dalam konteksnya.

Pada akhirnya, menjaga makna pakaian adat bukan hanya tentang melestarikan budaya, tetapi juga tentang menjaga identitas kita sebagai bangsa yang kaya akan tradisi. Jika kita gagal menjaga simbol-simbol ini, kita tidak hanya kehilangan sehelai kain, tetapi juga warisan nilai yang membentuk siapa kita hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun