Dengan memahami SWOT, kalian bisa membuat program yang lebih tepat sasaran. Kalian nggak akan asal-asalan bikin mural di balai desa atau bikin taman bunga yang cuma jadi pajangan Instagram.
Sebaliknya, kalian bisa bikin program yang berkelanjutan, seperti pelatihan pemasaran digital atau pemanfaatan hasil tani untuk produk olahan.
Kelemahan Bukan Akhir Segalanya
Sebagai mahasiswa, sering kali saya lihat kalian terlalu fokus pada kelemahan desa sampai lupa bahwa kelemahan itu bisa diperbaiki. Contohnya, kalau masyarakat kurang paham teknologi, kenapa nggak adakan pelatihan sederhana?
Saya ingat satu tim KKN yang kreatif mengajarkan warga cara bikin toko online dengan video tutorial. Hasilnya? Produk lokal mereka mulai dikenal di luar desa.
Tapi ya, jangan lupa, ancaman juga perlu diwaspadai. Ada desa yang punya peluang besar jadi desa wisata, tapi ancamannya adalah budaya konsumtif turis yang malah merusak lingkungan.
Di sini kalian perlu menggabungkan kekuatan dan peluang untuk mengatasi ancaman. Misalnya, membuat program edukasi tentang ekowisata.
Kenapa Kadang SWOT Itu Lucu?
Lucunya SWOT adalah dia sering jadi singkatan yang dihafal tanpa dipahami. Saya pernah baca laporan KKN mahasiswa yang isinya begini:
- Strengths: Desa punya banyak ayam.
- Weaknesses: Ayamnya sering hilang.
- Opportunities: Bisa jadi peluang untuk bisnis sate ayam.
- Threats: Tetangga sebelah jual sate lebih murah.
Ya ampun, ini SWOT atau naskah Stand Up Comedy? Tapi saya nggak menyalahkan kalian. Justru ini menunjukkan bahwa memahami SWOT itu butuh latihan dan pengamatan yang jeli.
DPL Juga Punya SWOT
Kalian tahu nggak, jadi DPL itu juga punya SWOT sendiri.Â
Kekuatan saya adalah pengalaman sebagai DPL, jadi saya bisa bantu kalian bikin laporan yang menarik. Kelemahan saya? Ya, kadang sabar saya habis kalau kalian suka menunda-nunda laporan. Peluang saya? Bisa belajar langsung dari masyarakat bersama kalian. Ancaman saya? Ya, kalau kalian bikin laporan asal-asalan, saya yang harus revisi terus!