Inspirasi bagi BRIN dan Perpustakaan Nasional
Dalam beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan (AI) telah menjadi katalisator inovasi di berbagai sektor, mulai dari industri hingga akademik. Keberadaan AI Center Universitas Brawijaya (UB) menjadi salah satu langkah monumental dalam memajukan ekosistem AI di Indonesia. Sebagai pusat riset multidisiplin, AI Center UB tidak hanya menyediakan infrastruktur canggih seperti superkomputer NVIDIA DGX A100, tetapi juga membangun model kolaborasi yang inklusif antara akademisi, praktisi, dan industri. Langkah ini patut diapresiasi dan seharusnya menjadi inspirasi bagi lembaga-lembaga penelitian nasional, seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Perpustakaan Nasional.
Infrastruktur AI: Pilar Utama Riset Modern
Kehadiran superkomputer di AI Center UB menunjukkan betapa pentingnya infrastruktur AI dalam mendukung penelitian. Superkomputer NVIDIA DGX A100, yang menjadi tulang punggung operasional AI Center UB, dirancang untuk menangani tugas-tugas komputasi intensif, seperti pelatihan model deep learning dan pemrosesan data skala besar. Sebagai gambaran, harga satu unit superkomputer ini dapat mencapai USD 200.000 hingga USD 300.000 (sekitar 3 hingga 4,5 miliar rupiah). Biaya ini belum mencakup kebutuhan tambahan, seperti penyimpanan data, sistem pendingin, dan konsumsi energi, yang juga memerlukan investasi signifikan.
Namun, meskipun mahal, infrastruktur ini mampu mempercepat siklus inovasi. Proyek penelitian yang sebelumnya memakan waktu berbulan-bulan kini dapat diselesaikan dalam hitungan minggu, atau bahkan hari. Efisiensi ini sangat relevan untuk Indonesia, negara dengan potensi besar tetapi sering kali terkendala oleh keterbatasan fasilitas riset.
Model Kolaborasi: Akses untuk Semua
Salah satu aspek menarik dari AI Center UB adalah model kolaborasinya. Pusat ini membuka akses infrastruktur AI untuk akademisi dan peneliti dari berbagai disiplin ilmu, baik dari internal maupun eksternal UB. Model ini seharusnya menjadi contoh bagi BRIN dan Perpustakaan Nasional. Kedua lembaga tersebut memiliki mandat besar untuk mendukung ekosistem riset nasional, tetapi sejauh ini belum memaksimalkan potensi teknologi AI dalam mendukung tujuan tersebut.
Salah satu solusi yang dapat diadopsi adalah mekanisme pengajuan proposal penelitian. Peneliti yang membutuhkan akses ke sumber daya AI, seperti superkomputer atau dataset besar, dapat mengajukan proposal penelitian yang menjelaskan tujuan, metode, dan dampak potensial dari proyek mereka. Setelah proposal disetujui, pemilik infrastruktur dapat memberikan akses melalui Application Programming Interface (API) yang aman dan terukur. Dengan pendekatan ini, sumber daya AI yang mahal dapat dimanfaatkan secara efisien dan merata oleh komunitas penelitian.
Peran BRIN dan Perpustakaan Nasional
Sebagai lembaga riset utama di Indonesia, BRIN memiliki kapasitas untuk mengembangkan pusat-pusat AI serupa di berbagai daerah. Selain mendukung peneliti, keberadaan pusat-pusat ini juga dapat menjadi magnet bagi investasi dan kolaborasi internasional. Dengan jaringan yang luas dan anggaran yang signifikan, BRIN dapat memfasilitasi riset di bidang-bidang prioritas nasional, seperti kesehatan, pertanian, dan energi terbarukan.
Sementara itu, Perpustakaan Nasional dapat memanfaatkan AI untuk mendigitalkan, mengelola, dan menganalisis koleksi arsip dan literatur yang dimilikinya. Dengan dukungan AI, proses pencarian data dan informasi dapat menjadi lebih cepat dan akurat, memungkinkan peneliti untuk mengakses sumber daya yang relevan secara lebih efisien. Selain itu, Perpustakaan Nasional juga dapat mengembangkan model pembelajaran mesin yang mampu menganalisis tren literatur atau pola riset di Indonesia, memberikan wawasan strategis bagi pembuat kebijakan.
Tantangan dan Solusi
Meskipun menjanjikan, pengembangan infrastruktur AI di Indonesia bukan tanpa tantangan. Biaya tinggi untuk pengadaan dan pemeliharaan infrastruktur sering kali menjadi hambatan utama. Namun, solusi dapat ditemukan melalui pendekatan kolaboratif. Misalnya, AI Center UB dapat menjalin kemitraan dengan lembaga swasta atau organisasi internasional untuk mendanai proyek-proyek tertentu. Selain itu, pemerintah juga dapat memberikan insentif, seperti pembebasan pajak atau subsidi, untuk mendukung pengembangan infrastruktur AI.
Tantangan lain adalah kurangnya sumber daya manusia yang terampil dalam mengoperasikan teknologi AI. Untuk mengatasi hal ini, program pelatihan dan sertifikasi yang ditawarkan oleh AI Center UB harus diperluas cakupannya. BRIN dan Perpustakaan Nasional dapat mengambil peran dalam menyelenggarakan program serupa, bekerja sama dengan universitas dan perusahaan teknologi untuk meningkatkan kapasitas SDM nasional.
Dampak Jangka Panjang
Jika model AI Center UB diadopsi secara luas, dampaknya akan sangat signifikan. Peneliti di seluruh Indonesia akan memiliki akses ke sumber daya canggih tanpa harus menghadapi kendala biaya. Hal ini akan mendorong lebih banyak inovasi, meningkatkan produktivitas penelitian, dan memperkuat daya saing Indonesia di kancah global. Selain itu, pendekatan ini juga akan menciptakan budaya kolaborasi yang lebih erat antara akademisi, pemerintah, dan industri, yang pada akhirnya akan mempercepat transformasi digital di berbagai sektor.