Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bisakah Diberitahu Menu MBG di Awal Bulan?

9 Januari 2025   13:45 Diperbarui: 9 Januari 2025   16:19 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makan Bergizi Gratis. (KOMPAS.com/ANTONIUS ADITYA MAHENDRA)

Menu Makan Gratis, Siapa Takut?

Ketika pemerintah meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), saya hampir melompat kegirangan. Bayangkan, makan bergizi tanpa bayar? Itu ibarat mendapatkan tiket konser idola tanpa harus antri dari subuh! Tapi, tunggu dulu. Setelah membaca detail program, muncul pertanyaan kecil di kepala saya, "Bagaimana kalau ada anak yang alergi ikan atau udang?" Kita semua tahu, alergi bukan hanya soal hidung gatal-gatal, bisa jadi soal darurat medis! Jadi, bagaimana kalau menu yang disiapkan nggak cocok?

Nah, di sinilah usulan kreatif dari para orang tua datang: publikasikan menu sebulan penuh di awal bulan! Simpel kan? Orang tua bisa langsung bersiap jika ada makanan yang nggak cocok untuk anak mereka. Kalau anak alergi ikan, ya mereka tinggal siapkan lauk pengganti dari rumah. Praktis dan, lebih penting lagi, semua aman.

Kenapa Menu Bulanan Penting?

Sebagai orang tua yang sedikit tahu tentang gizi makanan sekaligus pengamat tingkah laku manusia (terutama saat lapar), saya harus bilang, keterbukaan soal menu itu kunci segalanya. Dengan adanya daftar menu sebulan penuh, orang tua punya waktu untuk:

  1. Mengidentifikasi Potensi Bahaya: Kalau anak alergi udang, ya tinggal skip hari itu. Bukannya malah bingung saat si kecil tiba-tiba garuk-garuk atau lebih parah lagi, sesak napas.

  2. Menyediakan Alternatif: Orang tua bisa bekalkan lauk yang sesuai. Misalnya, ikan diganti ayam atau tempe. Kreatif kan? Plus, ini juga jadi alasan bagi ibu-ibu untuk pamer kreativitas masak di grup WhatsApp.

  3. Menyiapkan Wadah Makanan: Nah, ini lucu. Bayangkan anak-anak datang ke sekolah dengan bekal tambahan dari rumah. Makanannya pun tetap dikemas cantik karena wadahnya sudah dipersiapkan sebelumnya. Jadi, makanan yang nggak dimakan bisa dibawa pulang dan dinikmati sekeluarga. Hemat, kan?

Tantangan di Lapangan

Tentu saja, ide ini juga punya tantangan. Pertama, pihak penyelenggara harus super rajin bikin daftar menu. Jangan sampai menunya "surprise" seperti kuis dadakan. Kalau orang tua tahu jauh-jauh hari, semua pasti lebih lancar.

Kedua, tidak semua orang tua punya waktu atau kemampuan untuk menyiapkan lauk tambahan. Ini valid, terutama bagi orang tua yang sibuk bekerja. Tapi, di sini pentingnya gotong royong. Bayangkan jika sekolah menyediakan opsi alternatif bagi anak-anak dengan alergi atau pantangan tertentu. Misalnya, ada nasi dengan telur rebus sebagai pengganti menu yang berisiko.

Ketiga, logistik. Membawa pulang makanan yang tidak cocok untuk anak mungkin tampak sederhana, tapi coba pikirkan koordinasinya. Anak-anak SD, misalnya, mungkin perlu bantuan ekstra dari guru untuk memastikan semua berjalan lancar. Kalau wadah makanan mereka hilang? Wah, bisa jadi drama nasional.

Keuntungan Jangka Panjang

Meski ada tantangan, sistem ini punya banyak keuntungan. Selain memastikan semua anak mendapatkan makanan yang aman, ada nilai edukasi di dalamnya. Anak-anak belajar soal makanan sehat, orang tua jadi lebih sadar gizi, dan penyelenggara program juga semakin cerdas dalam mengatur menu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun