Mari kita akui, hidup tanpa AI di masa depan mungkin akan terasa mustahil. Tapi itu tidak berarti kita harus menjadi budak teknologi. Sebaliknya, kita perlu belajar menyeimbangkan produktivitas tinggi dengan kesehatan mental. Jangan biarkan AI menciptakan ekspektasi yang membuat kita lupa bahwa manusia juga butuh istirahat.
Mungkin, solusinya adalah mendidik diri kita sendiri dan organisasi tempat kita bekerja untuk lebih realistis. Produktivitas tinggi itu bagus, tetapi produktivitas yang sehat lebih penting. Lagipula, apa gunanya menjadi produktif kalau akhirnya kita merasa seperti zombie yang berjalan tanpa tujuan?
Jadi, jika Anda merasa AI mulai mengambil alih hidup Anda, tarik napas dalam-dalam, ambil secangkir teh pahit tanpa gula (kopi sudah habis), dan katakan pada diri sendiri, "Saya manusia, dan saya butuh jeda." Karena pada akhirnya, AI mungkin pintar, tapi dia tidak akan pernah bisa menggantikan kehangatan gorengan dan obrolan santai di sore hari. Itu adalah hal-hal yang membuat hidup ini berharga, meskipun tanpa analisis data kuartal pertama.
Dan jika semua tips ini gagal? Mungkin sudah saatnya mempertimbangkan karir baru: menjual gorengan di pantai, tanpa laptop, tanpa AI, dan tanpa burnout. Siapa tahu, hidup sederhana adalah solusi terbaik untuk dunia yang terlalu canggih ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI