Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Tren yang Bolak-Balik: Kok Bisa Ya, Selalu Balik Lagi?

16 Desember 2024   18:07 Diperbarui: 17 Desember 2024   16:26 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- warung madura kawasan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022). (KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD))

Pernah nggak sih kepikiran kenapa hal-hal yang dulu dianggap kuno tiba-tiba balik lagi jadi tren? 

Ponsel dulu gede, terus makin kecil, sekarang balik lagi ke ukuran jumbo. Lagu-lagu lama yang sempat ditinggalin, daur ulang dikit, eh, malah hits lagi. Bahkan warung kecil yang dulu nyaris punah karena supermarket, sekarang muncul lagi dengan gaya baru. Kok, kayaknya semuanya berputar-putar, ya?

Sebenarnya, ini bukan hal aneh. Dunia ini memang suka siklus. Kalau di dunia ekonomi mikro (alias ekonomi skala kecil, yang deket banget sama keseharian kita), tren yang bolak-balik ini adalah cara pasar merespons keinginan kita, si konsumen. Yuk, bahas lebih dalam, biar makin paham!

Nostalgia Itu Ampuh Banget

Nggak bisa dipungkiri, manusia itu makhluk nostalgia. Hal-hal yang pernah bikin kita senang dulu sering kali bikin kita nyaman, walaupun udah lama banget. Jadi, wajar aja kalau barang atau gaya lama kayak furnitur vintage, baju retro, atau lagu-lagu klasik selalu punya tempat di hati kita.

Tapi, nostalgia itu nggak cuma buat "seneng-seneng." Di dunia bisnis, nostalgia itu strategi marketing yang jitu banget. Brand besar atau usaha kecil sering memanfaatkan nostalgia buat bikin produk mereka terasa lebih spesial. Misalnya, baju model 90-an balik lagi tapi dibuat lebih modern, atau lagu lama yang di-remix biar relatable sama generasi sekarang. Kita nggak sadar, tapi sering kali itu yang bikin kita beli produk-produk ini.

Kebutuhan Praktis Juga Main Peran

Selain nostalgia, kebutuhan praktis juga ikut ngatur tren. Contohnya ukuran ponsel. Dulu, ponsel gede banget, terus jadi kecil biar gampang dibawa. Tapi makin ke sini, orang-orang butuh layar besar buat nonton, kerja, atau gaming, jadilah ponsel gede balik lagi.

Hal yang sama juga terjadi di dunia ritel. Awalnya, warung kecil mendominasi. Terus datang supermarket dan minimarket dengan sistem yang lebih modern. Eh, tapi sekarang banyak minimarket tutup, dan orang malah balik belanja ke warung kecil. Kenapa? Ya, karena warung kecil lebih fleksibel. Mereka buka 24 jam, harganya lebih murah, dan lebih personal. Jadi kalau kamu ngutang sebungkus mi instan tengah malam, nggak ada yang protes.

Warung Madura buka 24 jam. (KOMPAS.com/ACH. FAWAIDI)
Warung Madura buka 24 jam. (KOMPAS.com/ACH. FAWAIDI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun