Indonesia juga dapat belajar dari negara-negara tanpa PPN, seperti Hong Kong atau Brunei, yang mengandalkan sumber pendapatan lain seperti minyak atau jasa keuangan. Namun, model ini sulit diterapkan di Indonesia, yang memiliki struktur ekonomi dan kebutuhan fiskal berbeda.Â
Alternatif yang lebih relevan mungkin adalah sistem GST (Goods and Services Tax) seperti di India, yang mengenakan tarif berbeda berdasarkan jenis barang dan jasa, mulai dari 0,25% untuk barang esensial hingga 28% untuk barang mewah. Sistem ini memungkinkan fleksibilitas yang lebih besar dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Kenaikan PPN juga menggarisbawahi perlunya transparansi dan efisiensi dalam administrasi pajak. Salah satu keunggulan utama PPN adalah kemampuannya mendorong perusahaan untuk mendaftar dan mematuhi sistem pajak, karena faktur pajak diperlukan untuk mengklaim kredit pajak.Â
Namun, di Indonesia, tantangan seperti penghindaran pajak dan ketidakpatuhan masih menjadi masalah besar. Tanpa perbaikan dalam sistem administrasi dan pengawasan, peningkatan tarif PPN berisiko hanya membebani konsumen tanpa menghasilkan pendapatan yang signifikan bagi negara.
Di sisi sosial, kenaikan PPN harus diimbangi dengan kebijakan perlindungan bagi kelompok rentan. Subsidi langsung atau program bantuan sosial yang ditargetkan dapat membantu meredam dampak kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa barang-barang esensial seperti bahan makanan, pendidikan, dan kesehatan tetap terjangkau melalui tarif PPN yang dikurangi.
 Tanpa langkah-langkah ini, kebijakan kenaikan PPN berisiko memperbesar kesenjangan sosial dan menurunkan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam konteks global, PPN telah terbukti menjadi alat yang efektif untuk meningkatkan pendapatan negara dan mendorong kepatuhan pajak. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada bagaimana pajak ini diterapkan. Transparansi, fleksibilitas tarif, dan penggunaan pendapatan untuk program-program yang langsung dirasakan masyarakat adalah kunci keberhasilannya.Â
Indonesia, sebagai negara berkembang dengan tantangan struktural yang kompleks, perlu memastikan bahwa kebijakan PPN-nya tidak hanya meningkatkan pendapatan negara tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% mungkin merupakan langkah yang tak terelakkan dalam upaya pemerintah memperkuat keuangan negara. Namun, keberhasilannya akan sangat bergantung pada bagaimana kebijakan ini diterapkan dan bagaimana pemerintah merespons dampak sosial yang ditimbulkannya.Â
Di tengah tekanan ekonomi global, Indonesia perlu menyeimbangkan antara kebutuhan fiskal dan perlindungan sosial, sambil terus belajar dari pengalaman negara lain. Dengan kebijakan yang tepat, kenaikan PPN dapat menjadi katalis untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, bukan sekadar beban tambahan bagi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H