Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Merangkul dengan Hati dan Tindakan

27 November 2024   06:19 Diperbarui: 27 November 2024   06:22 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi merangkul dengan hati. (Sumber: Wawawiwacomics.com/wawawiwa-world/cosmics)

Merangkul yang Tak Terlihat

Hari ini aku menemukan sebuah kartun sederhana, namun begitu menyentuh hati. Sebuah dialog antara serangga tongkat dan kumbang kepik yang tak hanya lucu, tetapi juga sangat mengena di hati. Ceritanya singkat: serangga tongkat berkata bahwa ia merasa "tidak terlihat." Kumbang, dengan niat baik, mencoba memeluknya, tetapi justru memeluk ranting di sebelahnya. Sang serangga tongkat hanya bisa meratap, "Are you kidding me?"

Awalnya aku tertawa. Tapi beberapa saat kemudian, kartun itu membawaku ke dalam perenungan yang dalam. Betapa sering dalam hidup ini, kita merasa seperti serangga tongkat itu---berdiri di sana, penuh harap, namun tetap saja tidak terlihat. Dan lebih ironisnya, orang-orang di sekitar kita, meskipun dengan niat baik, sering kali tidak benar-benar "melihat" siapa kita.

Tentang Menjadi Tidak Terlihat

Ada kalanya aku merasa seperti tongkat yang menyamar di antara ranting-ranting kehidupan. Dalam pekerjaan, di tengah rutinitas yang padat, atau bahkan di antara keramaian keluarga dan teman-teman, aku kadang merasa "tidak terlihat." 

Aku hadir, aku ada, tetapi seolah-olah keberadaanku larut dalam kesibukan orang lain. Pernahkah kamu merasa seperti itu juga? Bahwa meskipun kamu mencoba tampil, bersuara, atau sekadar menjadi dirimu sendiri, dunia tetap saja meleset dalam mengenali siapa dirimu.

Serangga tongkat dalam kartun itu adalah gambaran sempurna dari perasaan tersebut. Ia tidak sengaja "berkamuflase," tetapi itu adalah bagian dari siapa dia. Kita semua memiliki sesuatu yang unik dalam diri kita, tetapi terkadang keunikan itu justru membuat kita sulit dikenali, sulit dimengerti. Betapa menyakitkan rasanya, terutama ketika kita sangat ingin diperhatikan, dihargai, atau sekadar dianggap ada.

Niat Baik yang Tak Selalu Tepat

Di sisi lain, ada kumbang kepik dalam cerita ini. Ia hadir dengan niat baik---memberikan pelukan. Tetapi, seperti banyak dari kita, kepik itu terlalu cepat bertindak, tanpa benar-benar melihat siapa yang ia coba tolong. Bukankah itu sering terjadi dalam kehidupan? 

Kadang-kadang, kita terlalu fokus pada tindakan kita sendiri---"pelukan" yang kita tawarkan---tanpa memastikan bahwa tindakan itu benar-benar menyentuh hati orang yang membutuhkan.

Aku merenung, berapa banyak niat baik yang pernah kulakukan tanpa benar-benar melihat kebutuhan orang lain? Berapa kali aku berkata, "Aku ada di sini untukmu," tetapi lupa memastikan bahwa kehadiranku benar-benar berarti? 

Kumbang kepik itu membuatku sadar, empati tidak cukup hanya dengan niat baik. Empati membutuhkan perhatian, pemahaman, dan kesediaan untuk benar-benar melihat seseorang, apa adanya.

Pelajaran untuk Hari Ini

Dari kartun sederhana ini, aku belajar dua hal penting. Pertama, aku harus lebih menerima perasaan "tidak terlihat" sebagai bagian dari perjalanan hidupku. Ada saat-saat ketika dunia memang tidak akan melihatku seperti yang aku inginkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun