Dalam diskursus filsafat politik, konsep kepemimpinan selalu menjadi topik yang menarik perhatian. Apakah seorang pemimpin itu dilahirkan dengan bakat khusus, atau justru terbentuk melalui berbagai proses sosial dan pengalaman?Â
Beberapa pandangan terkait kepemimpinan menyebutkan bahwa:Â
(1) pemimpin adalah sosok yang secara alami memiliki kapasitas memimpin sejak lahir,Â
(2) kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan kepribadian atau karakter yang kuat,Â
(3) keberhasilan seorang pemimpin bergantung pada perilakunya dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan, danÂ
(4) peimpin yang kaku terhadap prinsip umum dan tidak fleksibel dalam menghadapi situasi dapat gagal dalam mengelola organisasi atau institusi.Â
Keempat pandangan ini memberikan kerangka berpikir bahwa kepemimpinan adalah proses yang rumit, tidak hanya sekadar bakat atau karakter bawaan, tetapi juga keterampilan beradaptasi, perilaku yang tepat, dan sensitivitas terhadap kondisi sosial yang dinamis.
Kepemimpinan sebagai Bakat Alamiah
Pandangan pertama menekankan bahwa pemimpin adalah sosok yang "dilahirkan" dengan kapasitas alami untuk memimpin. Perspektif ini sejalan dengan "teori orang besar" (great man theory), yang menyatakan bahwa sejarah manusia dibentuk oleh individu-individu luar biasa yang membawa perubahan besar melalui kekuatan alamiah mereka.Â
Filsuf Thomas Carlyle misalnya, berpendapat bahwa sosok pemimpin besar sudah memiliki kualitas-kualitas unggul yang menjadikannya layak untuk memimpin, dan bukan sebaliknya.
Namun, pandangan ini sering dikritik karena seakan mengabaikan peran masyarakat dan lingkungan dalam membentuk seorang pemimpin. Jika pemimpin sepenuhnya ditentukan oleh bakat bawaan, ini seolah menghilangkan tanggung jawab kolektif dalam mendukung dan mengembangkan sosok pemimpin.Â