Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengapa Filsuf Menolak Liberalisme dan Menerima Agama sebagai Landasan Hidup

12 September 2024   04:26 Diperbarui: 12 September 2024   04:37 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi agama sebagai panduan hidup yang esensial. (Freepik/wirestock)

Dalam masyarakat yang terus-menerus bergulat dengan pertanyaan tentang hak individu dan kebebasan, peran agama sering kali menjadi titik tolak bagi banyak perdebatan. Melalui lensa filsafat, baik klasik, abad pertengahan maupun kontemporer, kita menemukan bahwa ada kecenderungan menarik: banyak filsuf dari ketiga era ini menolak liberalisme dalam bentuknya yang paling ekstrim dan menganggap agama sebagai panduan hidup yang esensial.

Kritik Terhadap Liberalisme

Liberalisme, yang mengedepankan kebebasan individu sebagai prinsip utamanya, sering kali dianggap filsuf sebagai pandangan yang terlalu sempit. Plato, misalnya, melihat keharmonisan dalam masyarakat yang terstruktur, di mana kebenaran dan keadilan lebih diutamakan daripada kebebasan tanpa batas. Aristoteles juga menganggap eudaimonia---atau kesejahteraan manusia---sebagai hasil dari kehidupan yang berkebajikan, bukan dari kebebasan yang tak terkendali. Dari perspektif mereka, liberalisme modern dengan fokusnya yang kuat pada hak-hak individu mungkin tampak sebagai pemberontakan terhadap tatanan sosial dan moral yang stabil.

Di era modern, kritik terhadap liberalisme bahkan lebih tajam. Alasdair MacIntyre dalam karyanya "After Virtue" menegaskan bahwa krisis moralitas modern adalah hasil dari kegagalan liberalisme untuk menyediakan kerangka etis yang koheren. Charles Taylor, melalui karya "A Secular Age", mengungkap bagaimana sekularisme dan liberalisme telah mengikis kedalaman spiritual yang pernah dianut masyarakat.

Peran Agama Sebagai Fondasi Moral

Sebaliknya, banyak dari pemikir ini menunjukkan bagaimana agama menawarkan struktur dan kejelasan yang sering kali hilang dalam liberalisme. Agama tidak hanya mengatur perilaku tetapi juga memberikan makna dan tujuan yang lebih dalam. Ini adalah pandangan yang menggema tidak hanya di kalangan filsuf klasik tetapi juga di antara beberapa pemikir kontemporer.

Agama, bagi banyak filsuf, memainkan peran vital dalam membentuk fondasi etis yang memperkuat komunitas dan memelihara kebajikan. Ini adalah alat yang menghubungkan individu dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri, membimbing mereka bukan hanya dalam tindakan mereka tetapi dalam pemahaman mereka tentang dunia.

Integrasi Filsafat dan Agama di Abad Pertengahan

Di Abad Pertengahan, hubungan antara filsafat dan agama tidak hanya erat tetapi sering kali tidak terpisahkan. Para filsuf di era ini berusaha keras untuk menyatukan rasionalitas dengan keyakinan religius, menciptakan suatu sintesis intelektual yang mendalam dan berdampak jangka panjang pada pemikiran Barat dan Islam. Thomas Aquinas, melalui karyanya "Summa Theologica", berhasil mengintegrasikan pemikiran Aristotelian dengan prinsip-prinsip teologi Kristen. Ia berpendapat bahwa kebenaran rasional dan teologis bukanlah entitas yang terpisah; sebaliknya, mereka saling melengkapi dan membantu memahami hakikat keberadaan manusia dan alam semesta. Kebebasan manusia, menurut Aquinas, harus dipandu oleh hukum ilahi dan moral yang ditetapkan oleh agama, bukan oleh keinginan bebas yang tidak terkendali.

Di dunia Islam, Al-Ghazali memberikan tantangan keras terhadap filsafat Yunani yang menekankan rasionalisme murni. Dalam karyanya yang terkenal, "Ihya' 'Ulum al-Din", dia menekankan pentingnya wahyu dan iman sebagai sumber kebenaran yang paling utama. Al-Ghazali berargumen bahwa kepercayaan yang tidak dibatasi oleh wahyu dapat membawa kebingungan dan keraguan yang tidak perlu. Bagi Al-Ghazali, integrasi antara akal dan wahyu adalah kunci untuk mencapai pemahaman yang lengkap tentang kehendak ilahi dan tatanan alam.

Periode Abad Pertengahan menunjukkan bahwa usaha untuk menyatukan filsafat dengan agama bukan hanya sebuah eksperimen intelektual, tetapi juga sebuah respons terhadap kebutuhan sosial dan spiritual yang mendalam. Pemikiran para filsuf ini membuktikan bahwa dialog antara keyakinan religius dan rasionalitas tidak hanya mungkin, tetapi juga esensial untuk memahami kompleksitas kehidupan manusia dan alam semesta. Dialog ini, yang mulai berkembang di Abad Pertengahan, terus berlanjut dan menemukan resonansinya dalam banyak diskusi kontemporer tentang hubungan antara ilmu pengetahuan, filosofi, dan agama.

Kesimpulan

Bukan berarti filsuf-filsuf ini sepenuhnya menentang segala aspek liberalisme; banyak yang hanya menolak versi liberalisme yang tanpa pembatasan. Mereka menyerukan keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab komunal, antara hak pribadi dan kesejahteraan bersama. Melalui karya-karya mereka, kita diajak untuk mempertimbangkan kembali peran agama dan etika dalam dunia yang semakin mengutamakan individualisme. Kita dipanggil untuk mempertanyakan, apakah dalam mengejar kebebasan, kita telah kehilangan arah moralitas yang pernah menjadi penuntun umat manusia melalui berabad-abad?

Di sini, kita menemukan diri kita bukan hanya dalam dialog dengan sejarah tapi juga dalam pertanyaan tentang masa depan kita sendiri: Bagaimana kita, sebagai masyarakat, ingin mendefinisikan dan mempraktikkan kebebasan? Sejauh mana kita bersedia untuk mengizinkan tradisi agama dan etika memengaruhi keputusan kita? Pertanyaan-pertanyaan ini tetap relevan, mengingat kita terus berusaha menavigasi kompleksitas dunia modern yang terus berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun