Dalam dunia keuangan internasional, dolar AS memiliki peran dominan sebagai mata uang yang dianggap paling aman di tengah ketidakpastian global. Setiap kali risiko global meningkat, seperti pada krisis keuangan global atau pandemi COVID-19, dolar cenderung mengalami apresiasi.Â
Penelitian yang dilakukan oleh Georgios Georgiadis, Gernot J. Muller, dan Ben Schumann (2024) dalam Journal of Monetary Economics mengungkapkan bagaimana apresiasi dolar memengaruhi transmisi risiko global ke dalam ekonomi dunia. Dengan menggunakan model struktural Bayesian proxy structural vector autoregressive (BPSVAR), mereka mengidentifikasi bahwa guncangan risiko global secara signifikan menyebabkan apresiasi dolar, yang kemudian memperketat kondisi keuangan global dan mengakibatkan kontraksi ekonomi dunia yang sinkron.
Penelitian ini menunjukkan bahwa apresiasi dolar dapat memperdalam dampak kontraktif dari guncangan risiko global, tidak hanya di AS, tetapi juga di seluruh dunia. Dalam simulasi counterfactual, yang mengasumsikan bahwa dolar tidak mengalami apresiasi, dampak kontraksi terhadap aktivitas ekonomi global berkurang hingga 30%-50%. Ini mengindikasikan bahwa apresiasi dolar, melalui saluran keuangan, lebih dominan dalam memperburuk kondisi ekonomi global dibandingkan dengan efek ekspansi yang dihasilkan dari expenditure switching.
Dengan demikian, artikel ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana apresiasi dolar selama ketidakpastian global dapat memperburuk kontraksi ekonomi global, dan pentingnya memahami peran mata uang ini dalam arsitektur keuangan internasional. Sebagai mata uang cadangan dunia, kebijakan yang memengaruhi nilai dolar harus diperhatikan secara hati-hati oleh para pembuat kebijakan global.
***
Penelitian ini mengungkapkan bagaimana apresiasi dolar selama periode ketidakpastian global memperketat kondisi keuangan secara global. Apresiasi dolar berdampak pada peningkatan biaya pembiayaan internasional, terutama di negara-negara berkembang dan pasar yang memiliki eksposur tinggi terhadap utang dalam dolar AS. Penelitian ini menunjukkan bahwa ketika dolar menguat, akses ke likuiditas dalam dolar menjadi lebih sulit dan mahal bagi negara-negara yang memiliki kewajiban dalam mata uang tersebut, sehingga memperparah dampak kontraksi ekonomi akibat guncangan risiko global.
Dalam analisis empiris mereka, para penulis menggunakan model BPSVAR untuk mengukur dampak guncangan risiko global terhadap dolar. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap peningkatan guncangan risiko global secara konsisten menyebabkan apresiasi dolar yang signifikan. Apresiasi ini memperketat kondisi keuangan di seluruh dunia dengan menurunkan likuiditas dan meningkatkan suku bunga internasional. Negara-negara yang memiliki utang besar dalam dolar terpapar pada risiko ini, karena mereka menghadapi beban pembiayaan yang lebih besar akibat kenaikan nilai dolar.
Salah satu aspek penting yang disoroti dalam penelitian ini adalah bagaimana apresiasi dolar dapat menurunkan daya beli internasional dari negara-negara dengan eksposur besar terhadap utang dolar. Akibatnya, negara-negara ini cenderung mengalami kontraksi lebih besar dalam investasi dan konsumsi, yang kemudian berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi global. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa pasar negara berkembang, yang lebih rentan terhadap guncangan eksternal, mengalami penurunan pertumbuhan yang lebih dalam ketika dolar menguat, dibandingkan dengan negara maju yang memiliki lebih banyak cadangan devisa dalam dolar.
Lebih lanjut, penelitian ini menyajikan simulasi counterfactual di mana dampak dari guncangan risiko global dianalisis tanpa adanya apresiasi dolar. Hasil simulasi tersebut menunjukkan bahwa kontraksi ekonomi global yang diakibatkan oleh risiko global bisa berkurang hingga 50% jika dolar tidak mengalami apresiasi. Ini menandakan bahwa peran dolar sebagai mata uang utama dalam sistem keuangan internasional memiliki dampak yang lebih luas daripada hanya pada ekonomi AS.
***