Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Panggung Sandiwara Pilkada Jakarta!

7 September 2024   08:39 Diperbarui: 7 September 2024   08:39 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada yang Serba Ironis

Pilkada Jakarta kali ini, seperti sandiwara yang tak ada habisnya, memperlihatkan bagaimana para pion politik bermain dengan narasi dan gagasan seolah-olah mereka sedang berada dalam panggung drama yang rumit. Sebagaimana disorot oleh PKB yang tegas mendukung Ridwan Kamil-Suswono, tampaknya laga ini tidak hanya sekadar adu logistik belaka tetapi juga adu ide dan gagasan yang berbobot---kalau ada bobotnya!

Ridwan Kamil, yang dikenal dengan berbagai proyek estetis di Bandung, kini bersanding dengan Suswono dalam drama politik Jakarta, mendapatkan dukungan bukan hanya dari PKB, tetapi juga dari gempita partai-partai lain seperti Gerindra, Golkar, hingga NasDem. Cak Imin dari PKB bahkan menyatakan bahwa konstelasi partai di belakang mereka mencerminkan "warna-warni" kehidupan Jakarta yang plural. Apa tidaknya, semua kekuatan politik tampaknya berharap bisa mencorongkan warna mereka ke dalam kelabu Jakarta.

Di sisi lain, nasib Anies Baswedan yang sebelumnya digadang-gadang kini meredup seiring PKS yang membatalkan dukungan dan NasDem yang juga bergabung dalam kubu Ridwan Kamil. PKB dan Gerindra pun bersatu padu, memberikan sinyal jelas bahwa Jakarta bukan lagi tempat bermain untuk politikus yang hanya andal dalam retorika tanpa dukungan logistik dan koalisi yang solid.

Ironis, bukan? Kita disuguhkan narasi yang menggurui tentang pentingnya gagasan nyata untuk Jakarta, namun di balik itu semua, masih tercium aroma politik praktis yang tidak pernah jauh dari uang dan kekuasaan. Apakah mungkin, kali ini kita akan melihat debat yang sesungguhnya "mencerahkan" atau sekedar tukar pikiran kosong yang hanya memenuhi slot waktu berita? Mari kita nantikan babak berikutnya dari drama kota yang tak pernah tidur ini.

Antara Idealisme dan Realita Pilkada

Sekarang, kita bergerak ke babak kedua dari sandiwara Pilkada Jakarta ini, di mana setiap calon tidak hanya mengumbar janji, tetapi juga harus mempertontonkan kemampuan nyata untuk mewujudkannya. Pertarungan ide bukanlah hal baru, tapi bagaimana ide-ide tersebut direspons oleh konstituen dan partai-partai pesaing menjadi penting. Di satu sisi, PKB melalui Syaiful Huda berani memproklamirkan bahwa Pilkada bukan hanya tentang logistik, tetapi lebih pada pertarungan gagasan. Pertanyaannya, apakah ini hanya lip service atau memang ada komitmen nyata?

Kita melihat bahwa dukungan partai terhadap Ridwan Kamil dan Suswono cukup solid, dengan bergabungnya 12 partai besar. Tapi, di sisi lain, kita harus mempertanyakan, seberapa jauh gagasan-gagasan yang disampaikan oleh para kandidat ini akan bertahan di tengah pusaran politik Jakarta yang serba pragmatis dan sering kali oportunis.

Kritik terhadap kandidat dan programnya dianggap sebagai kunci dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam Pilkada. Ini seharusnya menjadi ruang bagi warga untuk menguji dan menilai, bukan hanya berdasarkan popularitas atau jumlah spanduk yang terpasang. Harapan yang dikemukakan oleh Syaiful Huda tentang adu gagasan yang sehat seyogianya menjadi pijakan dalam mewujudkan Pilkada yang lebih demokratis dan edukatif.

Akhirnya, dalam gelombang Pilkada yang penuh intrik ini, kita sebagai warga tidak hanya harus jeli melihat di balik janji-janji manis yang seringkali hanya menjadi pemanis di panggung politik. Keberanian untuk mengkritik dan mempertanyakan kelayakan sebuah program adalah hal yang harus dipupuk. Kita berharap Pilkada kali ini tidak hanya menjadi panggung bagi para elit politik untuk memperkuat posisi mereka, tetapi juga sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat, sehingga pilihan yang diambil bukan berdasarkan janji semu, tetapi berdasarkan penilaian yang kritis dan informasi yang memadai.

Drama politik Jakarta ini mengingatkan kita semua bahwa di balik gemerlapnya panggung Pilkada, ada realita yang harus dihadapi dengan kritis dan bijaksana. Selamat memilih, Jakarta!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun