Dalam penelitian mereka, decision tree sebagai algoritma dasar dikombinasikan dengan teknik ensemble XGBoost dan SMOTE untuk meningkatkan akurasi dalam klasifikasi data terkait dana desa.
Hasil yang dicapai sangat mengesankan, dengan akurasi tertinggi sebesar 95% pada dataset Twitter yang terdiri dari 3078 entri.
Ini berarti bahwa hampir semua kasus korupsi yang terdeteksi oleh algoritma tersebut akurat, yang menjadi indikasi bahwa teknologi ini memiliki potensi besar dalam membantu pengawasan dana desa.
Namun, implementasi teknologi ini tentu bukan tanpa tantangan. Penggunaan SMOTE, misalnya, dalam beberapa kasus justru menurunkan akurasi, seperti yang terlihat pada dataset Twitter dengan 1200 entri, di mana akurasi turun dari 75% menjadi 54% setelah penerapan SMOTE.
Ini menunjukkan bahwa meskipun SMOTE berguna untuk mengatasi ketidakseimbangan data, penerapannya harus disesuaikan dengan karakteristik dataset yang digunakan.
Dalam hal ini, pemahaman yang mendalam tentang algoritma dan sifat data menjadi krusial bagi para pengambil keputusan di tingkat desa.
Selain itu, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebelum teknologi ini diadopsi secara luas.
Pertama, ketersediaan sumber daya manusia yang memahami teknologi informasi dan machine learning di tingkat desa masih sangat terbatas.
Kedua, infrastruktur teknologi di banyak desa, terutama yang berada di daerah terpencil, masih belum memadai untuk mendukung penerapan sistem pengawasan berbasis teknologi ini.Â
Ketiga, meskipun teknologi ini menjanjikan akurasi tinggi dalam mendeteksi penyalahgunaan dana, masih diperlukan sistem pendukung lain, seperti pelatihan bagi aparatur desa dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dana desa, untuk memastikan bahwa setiap penyalahgunaan yang terdeteksi dapat segera ditindaklanjuti.
Di sisi lain, pemerintah pusat dan daerah dapat memanfaatkan temuan ini sebagai dasar untuk mengembangkan sistem pengawasan dana desa yang lebih canggih.