Implikasi AI dalam Pendidikan Tinggi dan Potensi Risikonya terhadap Integritas Akademik
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), studi terkini dari Swansea University di Inggris mengungkapkan fakta yang cukup mengkhawatirkan tentang penggunaan AI, seperti ChatGPT, oleh mahasiswa dalam penulisan tugas akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 32% mahasiswa menyatakan kesediaan mereka untuk menggunakan alat bantu AI dalam menyelesaikan tugas; lebih jauh, 15% di antaranya telah menggunakannya. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar terkait dengan integritas akademik dan keaslian proses pembelajaran di perguruan tinggi.
Salah satu temuan penting dalam penelitian ini adalah adanya skala baru yang disebut "Degree Apathy Scale" yang berhasil mengidentifikasi mahasiswa dengan tingkat apatis yang tinggi terhadap pendidikan mereka sebagai faktor risiko utama untuk penyalahgunaan AI.Â
Penelitian ini mengungkapkan bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat kepedulian rendah terhadap pendidikan mereka cenderung lebih besar untuk menggunakan AI dalam menyelesaikan tugas, terutama ketika risiko tertangkap kecil dan hukuman yang dihadapi tidak berat.
Implikasi dari temuan ini terhadap masyarakat umum cukup signifikan. Pertama, ini menunjukkan bahwa pendidikan tinggi perlu lebih berinovasi dalam metode penilaiannya untuk mengurangi peluang kecurangan yang dilakukan dengan bantuan AI. Kedua, perguruan tinggi harus lebih proaktif dalam mendeteksi dan menghukum kecurangan akademik untuk mempertahankan standar pendidikan. Kredibilitas institusi pendidikan tinggi dipertaruhkan jika kecurangan semacam ini terus dibiarkan.
Oleh karena itu, perlu ada langkah-langkah kongkrit dari lembaga pendidikan untuk tidak hanya fokus pada pengembangan akademik tetapi juga integritas dan etika akademik. Program pengajaran tentang etika penggunaan teknologi dan kecerdasan buatan dalam konteks akademik menjadi semakin relevan dan perlu ditekankan dalam kurikulum.
Strategi Menghadapi Penyalahgunaan AI dan Membangun Etika Akademik yang Kuat
Dalam menghadapi tantangan penyalahgunaan alat bantu AI seperti ChatGPT oleh mahasiswa, perguruan tinggi perlu merumuskan strategi efektif yang tidak hanya menangani masalah ini dari sisi pencegahan, tetapi juga pembinaan karakter dan integritas akademik. Berdasarkan penelitian di Swansea University, peningkatan risiko deteksi dan pemberatan hukuman memang efektif mengurangi kemungkinan mahasiswa untuk curang. Namun, pendekatan ini harus diimbangi dengan strategi yang lebih mendidik dan membangun kesadaran.
Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah integrasi pendidikan etika dan integritas akademik ke dalam semua kurikulum. Pendidikan ini harus mencakup diskusi tentang etika penggunaan teknologi dalam penelitian dan tugas akademik, serta implikasi jangka panjang dari kecurangan akademik, baik bagi individu mahasiswa maupun masyarakat luas. Hal ini akan membantu mahasiswa memahami bahwa kejujuran akademik adalah bagian penting dari proses belajar yang bertanggung jawab dan penting untuk pembangunan karakter.
Selanjutnya, universitas juga bisa menggunakan teknologi untuk melawan kecurangan dengan teknologi. Misalnya, pengembangan perangkat lunak yang bisa mendeteksi kemiripan jawaban atau konten yang dihasilkan AI dan mengidentifikasinya dalam pekerjaan mahasiswa. Hal ini dapat membantu mengurangi kecenderungan mahasiswa untuk bergantung pada AI dalam menulis tugas.
Universitas juga harus mempertimbangkan untuk mendesain ulang metode penilaian agar lebih menekankan pada proses dan pemahaman konseptual, daripada hasil akhir semata. Metode penilaian seperti ujian lisan, presentasi, dan proyek kelompok dapat mengurangi peluang kecurangan karena lebih sulit untuk digantikan oleh jawaban yang dihasilkan AI.
Kesimpulan
Tantangan penyalahgunaan AI dalam pendidikan tinggi adalah masalah kompleks yang membutuhkan pendekatan multidisiplin. Integritas akademik harus diperkuat melalui kombinasi pemberlakuan aturan yang lebih ketat, pendidikan etika, dan inovasi dalam penilaian. Ini bukan hanya tentang menghindari kecurangan, tetapi tentang mempersiapkan generasi masa depan yang etis dan bertanggung jawab.Â