Menurut polling oleh KumparanNEWS (04/08/2024) yang diikuti lebih dari 2900 peserta, ditanyakan kepada pembaca tentang kebiasaan mereka membawa tas belanja saat ke minimarket, diperoleh hasil berikut:
1. Selalu (29.71%) - Sebagian responden selalu membawa tas belanja mereka sendiri, yang menunjukkan tingkat kesadaran lingkungan yang lebih tinggi atau mungkin kebijakan toko yang mendorong praktik ini.
2. Kadang-kadang (48.77%) - Mayoritas responden membawa tas belanja mereka sendiri hanya sesekali. Ini bisa karena berbagai alasan seperti lupa membawa tas atau pembelian spontan.
3. Tidak Pernah (21.53%) - Sebagian kecil responden tidak pernah membawa tas belanja sendiri. Mereka mungkin lebih menyukai kenyamanan tas yang disediakan oleh toko atau tidak mempertimbangkan dampak lingkungan dari penggunaan tas plastik sekali pakai.
Polling ini dapat memberikan gambaran tentang kebiasaan konsumen dan kesadaran mereka terhadap isu lingkungan. Selain itu, hasil ini bisa membantu minimarket atau toko retail untuk menyesuaikan kebijakan atau promosi mereka terkait penggunaan tas belanja yang ramah lingkungan. Misalnya, minimarket mungkin meningkatkan kampanye kesadaran atau menawarkan insentif untuk penggunaan kembali tas belanja untuk menarik lebih banyak konsumen untuk mengadopsi praktik ini.
Hasil ini menyoroti pentingnya mendidik masyarakat tentang manfaat lingkungan dari penggunaan tas belanja yang dapat digunakan kembali, namun juga menggambarkan tantangan praktis dalam mengubah perilaku konsumen.
Dalam konteks global, studi menunjukkan bahwa tas katun harus digunakan sekitar 7,100 kali untuk menyamai profil lingkungan dari tas plastik, sementara tas dari bahan polypropylene hanya perlu digunakan sekitar 11 kali untuk mencapai titik impas lingkungan yang sama dengan tas plastik [1]. Di Indonesia, kesadaran akan dampak lingkungan dari tas belanja belum sepenuhnya terinternalisasi di kalangan luas, membuat implementasi kebijakan tas belanja berkelanjutan menjadi lebih kompleks.
Pendekatan internasional, seperti di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat, telah mengadopsi kebijakan yang lebih ketat terhadap penggunaan tas plastik melalui larangan atau tarif penggunaan[2][3]. Namun, studi menunjukkan bahwa tas belanja yang dapat digunakan kembali tidak selalu lebih ramah lingkungan jika tidak digunakan secara maksimal. Misalnya, tas katun yang lebih berat memiliki dampak awal yang besar terhadap lingkungan karena membutuhkan banyak sumber daya dan energi dalam produksinya [4].
Di sisi lain, penggunaan tas plastik yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peningkatan polusi mikroplastik, yang sudah terdeteksi hampir di mana-mana, termasuk di dalam hewan laut, tanah pertanian, dan udara kota [2]. Hal ini menunjukkan pentingnya strategi yang lebih terintegrasi dan pendidikan konsumen yang efektif untuk memastikan bahwa tas yang digunakan benar-benar berdampak positif terhadap lingkungan.
Indonesia, dengan populasi besar dan konsumsi tinggi, memiliki potensi untuk memimpin inisiatif regional dalam penggunaan tas belanja yang berkelanjutan. Namun, untuk mencapai ini, dibutuhkan kombinasi dari regulasi yang kuat, inisiatif pendidikan masyarakat, dan ketersediaan alternatif yang terjangkau dan ramah lingkungan.