Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengurai Stres Akademik pada Siswa Berbakat

13 Agustus 2024   08:50 Diperbarui: 13 Agustus 2024   09:13 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tantangan Sosial dan Psikologis Siswa Berbakat

Siswa berbakat sering menghadapi tantangan unik yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan keberhasilan akademis mereka. Penelitian menunjukkan bahwa remaja dari sekolah unggulan di Singapura mengalami stres signifikan, dengan gangguan kecemasan dan depresi menjadi kondisi umum di antara mereka, mencerminkan tekanan yang mereka hadapi di lingkungan akademis yang kompetitif.

Di Indonesia, pandemi COVID-19 telah memperburuk kondisi ini, dengan pembelajaran daring menambah beban psikologis pada siswa. Faktor-faktor seperti kelelahan dari penggunaan internet yang berlebihan dan kurangnya interaksi sosial langsung telah menyebabkan peningkatan stres dan depresi, terutama di kalangan siswa yang lebih tua dan perempuan.

Situasi ini diperparah oleh kurikulum yang tidak fleksibel dan kurangnya materi pendukung yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan individu, terutama bagi siswa berbakat yang membutuhkan stimulasi intelektual lebih tinggi untuk mencegah kejenuhan dan stres akademik. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan menegaskan perlunya menyederhanakan kurikulum untuk mengurangi tekanan pada siswa, mengingat bahaya serius yang bisa timbul dari beban kerja akademik yang berlebihan, seperti yang terjadi pada seorang siswa di Jakarta yang mengalami kelelahan fisik hingga pingsan.

Untuk mengatasi masalah ini, beberapa solusi yang bisa diterapkan adalah pengembangan program mentoring dan pelatihan kepemimpinan yang membantu siswa berbakat mengembangkan keterampilan sosial dan kepemimpinan, serta meningkatkan keterlibatan mereka dalam kegiatan ekstrakurikuler yang mempromosikan kesejahteraan sosial dan fisik. Kebijakan seperti ini tidak hanya mendukung kebutuhan akademik siswa berbakat tetapi juga kebutuhan emosional dan sosial mereka, menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan mendukung.

Mengoptimalkan Potensi Siswa Berbakat Melalui Pendidikan Inklusif

Kesuksesan dalam mendukung siswa berbakat tidak hanya terletak pada keunggulan akademik, tetapi juga dalam pengembangan kesejahteraan emosional dan sosial mereka. Pendidikan model inklusif yang memperhatikan kebutuhan khusus siswa berbakat adalah kunci. Menurut penelitian di Toronto, Kanada, ditemukan bahwa siswa laki-laki lebih sering diidentifikasi sebagai berbakat dibandingkan dengan siswa perempuan, meski berasal dari latar belakang yang sama, menunjukkan pentingnya sensitivitas terhadap isu gender dan inklusivitas dalam program pendidikan berbakat.

Menghadapi realitas ini, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah mendesak sekolah untuk menyediakan kelas penempatan lanjut dan program pengayaan yang lebih sesuai dengan kemampuan intelektual siswa berbakat, sehingga mereka tetap terstimulasi dan tidak merasa terisolasi dari teman sebayanya. Program mentoring, di mana siswa berbakat membantu dan berteman dengan siswa yang lebih muda yang membutuhkan bantuan akademis, juga sangat efektif untuk membangun keterampilan sosial dan kepemimpinan serta memberikan rasa penghargaan yang lebih besar terhadap keberagaman kemampuan dalam lingkungan belajar.

Peran orang tua juga sangat krusial dalam proses ini. Mereka harus memastikan bahwa anak-anaknya mendapatkan akses ke sumber belajar yang memadai di rumah dan mendukung mereka dalam mengeksplorasi minat mereka secara bebas, dari literatur hingga kegiatan ilmiah, untuk menambah wawasan dan kemampuan analitis anak. Selain itu, para orang tua perlu bekerja sama dengan sekolah untuk memastikan bahwa anak mereka dites dan mendapatkan program pendidikan yang sesuai dengan bakat mereka, yang kadang kala memerlukan intervensi melalui mediasi hukum jika sekolah tidak menyediakan fasilitas yang adekuat.

Penting untuk diingat bahwa masa remaja adalah waktu di mana penerimaan sosial menjadi sangat penting. Memperkuat kesadaran bahwa kecerdasan adalah sesuatu yang 'keren' saat memasuki perguruan tinggi dan dunia profesional dapat membantu mengurangi stigma sosial yang sering dirasakan oleh siswa berbakat selama masa sekolah mereka. Dengan pendekatan yang holistik dan inklusif, kita dapat membantu siswa berbakat tidak hanya berhasil secara akademik tetapi juga menjadi individu yang seimbang dan bahagia secara sosial dan emosional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun